Minggu, 11 Januari 2015

Contoh Sengketa Politik



Nama    : Ansor Budiman
NIM       : 1302045098
Hubungan Internasional Kelas B






Contoh Sengketa Politik :
Sengketa antara Cina dan Filipina di Karang Scarborough



Sengketa seputar Karang Scarborough di Laut Cina Selatan semakin meruncing. Ratusan warga Filipina melakukan protes, sementara Cina tampaknya siap menunjukkan kekuatan militer.
Sengketa berbulan-bulan antara Cina dan Filipina terkait klaim Laut Cina Selatan meningkat memasuki tatanan baru yang menunjukkan pertanda tindakan balas dendam di bidang ekonomi, bahkan perang.

Cina dan Filipina termasuk dua negara yang bersama dengan Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam mengklaim kepemilikan teritorial kawasan perairan dan kepulauan di Laut Cina Selatan. Kawasan ini ramai dilintasi jalur pelayaran, kaya akan ikan dan kaya potensi sumber daya mineral.



Sengketa Karang Scarborough

Konflik aktual ini mulai dipicu 8 April saat pihak berwenang Filipina memergoki 8 kapal penangkap ikan Cina di Karang Scarborough. Ketika angkatan laut Filipina akan menangkap para nelayan tersebut, tindakan ini dihalangi aksi kapal Cina lainnya. Kedua negara mengklaim kepemilikan pulau kecil di Laut Cina Selatan itu, yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan lebih dari 1200 kilometer dari Cina.

Beberapa hari lalu travel biro Cina membatalkan tawaran wisatanya ke Filipina. Beijing telah mencabut ijin kunjungan wisata ke Filipina dan melakukan pemeriksaan untuk buah-buahan dari negara itu. Cina adalah satu-satunya pembeli utama pisang Filipina. “Tidak masalah bagaimana besarnya keinginan kami membicarakan masalah itu, pimpinan Filipina saat ini berusaha menekan kami ke sudut dimana tidak ada opsi yang tertinggal selain menggunakan kekuatan,” demikian tulisan harian China Daily.

Cina Andalkan Media, Filipina Gelar Demonstrasi
Gerhard Will, seorang pakar Asia Tenggara dari Pusat Kajian Jerman untuk Masalah Internasional dan Keamanan di Berlin mengatakan, pemerintah di Beijing telah mengisyaratkan tindakan intervensi militer di pers nasional dalam beberapa pekan belakangan, tapi kini menggunakan media berbahasa Inggris “untuk menyebarluaskan pesan ini secara global.”

Demonstrasi di Manilla

Ratusan warga di Filipina Jumat (11/05) menggelar aksi protes di depan kedutaan besar Cina di Manila. Pemerintah Filipina telah mengajukan protes lewat jalur diplomatik, dengan mengisyaratkan kepada pemerintah asing mengenai pandangannya terkait tekanan Cina dengan kebebasan berlayar atau navigasi, yang merupakan salah satu prinsip hukum kebiasaan internasional. Manila juga telah memperingatkan bahwa ia mempersiapkan mengklaim kembali teritorialnya dengan peralatan militer yang disuplai oleh Amerika Serikat. Kementerian Luar Negeri Cina Kamis (10/05) mengumumkan konflik itu diharapkan diselesaikan dengan bantuan konsultasi diplomatik.

Editor: Ayu Purwaningsih
 Tanggal 12.05.2012



Contoh Sengketa Hukum :

Sengketa Kuil, Kamboja Kalahkan Thailand di Mahkamah Internasional
Menafisrkan putusan Mahkamah pada 1962.



Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) memutuskan areal sekitar kuil Preah Vihear milik Kamboja, dan Thailand harus menarik pasukannya dari daerah itu.

“Mahkamah secara bulat menyatakan bahwa Kamboja memiliki kedaulatan di areal sekitar Preah Vihear, dan sebagai konsekuensinya, Thailand berkewajiban menarik pasukan militer dan polisinya dari daerah tersebut,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan di Den Haag, Senin (11/11), sebagaimana dilansir dalam siaran pers ICJ.

Putusan Mahkamah Internasional ini sebenarnya hanya menafsirkan dan menegaskan putusan dalam kasus yang sama pada 1962. Kala itu, Thailand menilai putusan tersebut hanya menyangkut kepemilikan kuil, bukan kepemilikan areal di sekitar kuil tersebut. ‘Sengketa’ ini menimbulkan konflik antar dua negara. Karenanya, Kamboja meminta agar Mahkamah Internasional menafsirkan putusan pada 1962 itu.

Dalam putusannya yang terbaru, Mahkamah menegaskan bahwa Kuil Preah Vihear merupakan tempat relijius dan budaya yang sangat penting bagi masyarakat di region tersebut. Kuil itu bahkan sudah terdaftar sebagai salah satu tempat warisan dunia.

Karena itu, Mahkamah menyatakan berdasarkan Pasal 6 World Heritage Convention, dua belah pihak –baik Kamboja dan Thailand- harus bekerja sama dengan masyarakat internasional untuk melindungi warisan dunia itu. Selain itu, dua negara ini juga berkewajiban “untuk tidak mengambil langkah-langkah yang dapat merusak kuil itu secara langsung maupun tidak langsung”.

“Sesuai dengan konteks kewajiban itu, Mahkamah ingin menekankan pentingnya akses ke kuil itu dari daratan Kamboja,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah.

Putusan ini dibuat oleh Ketua Mahkamah Internasional Tomka, wakilnya Sepulveda-Amor, dan para hakim Owada, Abraham, Keith, Bennouna, Stotnikov, Concado Trandade, Yusuf, Greenwood, Xue, Donoghue, Gaja, Sebutinde, Bhandari dan hakim ad hoc Guillaume. 

Sebagaimana dilansir Bangkok Post, Menteri Informasi Kamboja Khie Kanharith menyambut baik ‘kemenangan’ ini. “Ini adalah kemenangan seluruh bangsa dan penghargaan bagi kematangan berpolitik pemerintah Kamboja sekarang,” ujarnya dalam facebook page-nya.

Sedangkan, Menteri Luar Negeri Thailand Surapong Tovichakchaikul menilai putusan Mahkamah ini telah memuaskan dua belah pihak. Setelah ini, lanjutnya, kedua negara akan menggelar diskusi untuk bersama-sama membangun area tersebut.

Sebelumnya, Information Officer dari Mahkamah Internasional Boris Heim menuturkan bahwa kasus ‘rebutan’ kuil ini cukup menarik perhatian Mahkamah. Pasalnya, kuil ini menyangkut sisi relijius dan budaya di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, lanjutnya, tak banyak kasus menyangkut kawasan Asia Tenggara yang masuk ke Mahkamah.

“Dulu pernah ada kasus Indonesia melawan Malaysia, dan Malaysia melawan Singapura,” ujarnya ketika menerima kunjungan sejumlah jurnalis di Gedung Mahkamah Internasional yang dikenal dengan sebutan Peace Palace, Kamis (7/11).

Sekadar mengingatkan, Indonesia harus menelan pil pahit ketika membawa kasus pulau Sipadan Ligitan ke Mahkamah Internasional. Kala itu, Mahkamah menyatakan bahwa Malaysia adalah pemilik yang sah Sipadan Ligitan.

Rabu, 13 November 2013
Editor : ALI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar