Minggu, 11 Oktober 2015

Politik Luar Negeri USSR dalam Era Perang Dingin

 

 

 

 

 

Daftar Isi





Daftar Isi
1

2

2

2

2

3

4

4

6

6

7

8

9










Pendahuluan

Latar Beakang


Selepas Revolusi besar Rusia tahun 1917 dan Perang Dunia II ditahun 1945 tidak menjadikan dunia tentram dan aman, problematika terus berlanjut dalamdinamika Perang Dingin yang di pisahkan oleh dua blok besar antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Inggris dengan ideologi Liberalisnya berhadapan dengan Blok Komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Konfrontasi kedua kekuatan ini kemudian dikenal dengan istilah perang dingin, yang terjadi mulai dari 1946 hinggga akhir 1980-an ditandai dengan arm race, perimbangan kekuasaan dan ancaman perang nuklir
Makalah yang kami susun ini akan menjabarkan bagaimana sebenarnya Politik Luar Negeri USSR dalam Era Perang Dingin tersebut dengan pembagian 4 Era besar yaitu  Poltik luar negeri USSR di Era Stallin (1924 – 195), Era Nikita Khruschev (1953-1964), Brezhnev (1964-1982), dan Mikhail Gorbachev (1985-1991).

Pembahasan

Sejarah Singkat Pembentukan USSR


Sebelum masuk pada politik luar negeri USSR penting bagi kita untuk mengetahui asal istilah Soiviet. Istilah Soviet sebagai gerakan politik pertama kali muncul dalam revolusi 1905-1907 dimana saat itu dipersepsikan sebgai sebuah organ yang mengatur dan menkoordinasikan perjuangan kaum pekerja untuk mendapatkan hak-haknya kemudian Istilah Soviet Berkembang Pesat dalam Revolusi Februari 1917. Penggunaan kata “Soviet” menggantikan kata Negara (Gosudartstvo) sangat memiliki muatan politis dan historis dimana kaum-kaum revolusioner menggunakan teori Marxis dimana Negara tidak dieperlukan lagi dalam masyarakat sosialis. Kata Gosudarstvo sendiri berakar dari kata Gosudar yang berarti tuan, sehingga dalam konsep berfikir rakyat Rusia Negara dipersepsikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan tuan-tuan atau kelompok bangsawan mengingat selama berabad-abad Rusia hidup dalam system pemerintahan Feodal yang dipimpin penguasa monarki.[1]
Uni Soviet sendiri terbentuk setelah Soviet-Ruia dan republik-republik lainnya seperti Soviet Ukraina, Soviet Belorusia terbentuk dan menggabungkan diri membentuk sebuah Uni yang kemudian disebut Uni Soviet, Secara harfiah kataSoviet berarti nasehat dan dalam terminologi  politik bias berarti dewat atau majelis.[2]
Selepas perang saudara, atas dukungan kekuatan Tentara Merah terbentuklah 6 republik (Soviet) yang berdaulat secara formal di wilayah bekas Imperium Rusia yakni: Rusia (RSFSR), Ukraina, Belorusia, Azerbaijan, Armenia dan Georgia.[3]
            Lenin sendiri mendukung terbentuknya Uni Republik Sosialis Soviet berdasarkan bentuk federasi, persamaan, dan sukarela. Ini didukung dalam Plenum Oktober Komite sentral pada tahun 1922. Sedangkan Stalin lebih meilihat ide pembentukan Uni Soviet pada otonomisasi namun usul Lenin lebih diterima.  Deklarasi pembentukan Uni Soviet sendiri terdiri dari RSFSR (Rusia), USSR (Ukraina), BSSR (Belarus), ZSSR (Zakaukasus, yakni Georgia, Armenia, dan Azerbaijan) yang mana pada tanggal 30 Desember 1922 menjadi hari terbentuknya Soyuz Sovietskih Sotsialisticheskih Respublik/SSR atau Uni Soviet-Soviet Republik Sosialis atau dipendekan menjadi Uni Soviet dan beberapa tahun setelah kelahirnyan pada tahun 1924 telah bergabung Uzbekistan dan Turkmenistan lalu disusul Tadjikistan (1929), Kizgizia dan Kazakhstan (1936). Negara-negara Baltik setelahnya seperti Lithuania, Estonia dan Latvia bergabung pada 1940.[4]
            Dalam sejarahnya  Sejak tahun 1919 – 1989 tercatat ada 25 misi militer ke negara-negara di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa hal ini tidak lepas dari semangat mesianisme yang bisa ditilik setidaknya pada masa Vasily III dengan diadopsinya doktrin Moskow sebagai Roma ke III yang mendorong penguasa-penguasa kremlin di era Bolshevik menjalankan “misi penyelamatan dunia” dengan beroposisi pada kekuatan kapitalisme dan imperialisme barat.

Pengertian Politik Luar Negeri


Agar tidak terjadi kerancuan perlu diketahui juga pengertian dari Poltik Luar Negeri. Politik luar negeri adalah keseluruhan perjalanan keputusan pemerintah untuk mengatur semua hubungan dengan negara lain. Politik Luar Negeri juga dapat diartikan sebagai suau bentuk kebijaksanaan atau tindakan yang diambil dalam hubungannya dengan situasi/akyor yang ada di luar batas-batas wilayah negara.[5]


Politik Luar Negeri USSR di Era Stallin (1924 – 1953)


            Sepeninggal Lenin pada tahun 1924. Yosif Vissarionovich “Stalin” yang kala itu termasuk orang dekat tokoh komunisme terbesar itu langsung menduduki posisi terpenting di partai maupun pemerintahan. Dlaam upayanya untuk mempertahankan kekuasaan Stalin menjalankan kebijakan yang dikenal dengan Stalinisme bersama ide “Komunisme Internasionalnya” setelah Perang Dunia ke II untuk menjaga kekuasaannya dengan memperkuat system birokrasi, represi masal, penghapusan demokrasi dan persamaan nasional. [6]
            Di era Stalin sendiri terjadi penyerangan Jerman terhadap wilayah Uni Soviet dengan tujuan menguasai Leningrad dan menyeret Rusia dalam Perang Dunia ke II, hal ini mengagetkan Stalin karena antara kedua negara telah ada perjanjian rahasia untuk tidak saling menyerang, Perang Dunia Ke II menyebabkan 26 juta rakyat Soviet tewas dalam berbagai pertempuran.[7].

Perang Dunia dan Perang Dingin


            Setelah Perang Dunia ke II usai, Uni Soviet mengalami penguatan otoritas yang cukup berarti, dengan terbentuknya hubungan kerja sama diplomatik dengan 52 negara. Soviet ikut serta dalam Konferensi Paris 1946, membahas nasib bangsa-bangsa bekas sekutu Jerman seperti Italia, Bulgaria, Hungaria, Rumania dan Finandia. Perang Penting lainnya adalah keikut sertaannya memprakarsai berdirinya PBB pada tahun 1945 bersama dengan kekuatan anti-Fasis lainnya. Namun kemesraan hubungan negara-negara yang tergabung dalam koalisi anti-Fasis itu tidak bertahan lama.
Pada tahun 1946 Stalin menuduh Inggris dan AS melancarkan kebijakan-kebijakan internasional yang aggresif, hal ini dijawab oleh Winston Churchill dengan menantang kekuatan apa yang disebutnya “Komunis Timur” yang gilirannya membelah sistem perpolitikan internasional dalam dua blok besar yakni Blok Barat yang dikomandoi AS dan Inggris dan Blok Timur oleh Uni Soviet. Amerika Serikat kemudian memperbanyak basis-basis militernya dan mengurangi volume perdangan dengan Uni Soviet dan negara-negara sosialis, sementara Uni Soviet menyelenggarakan kebijakan “Tirai Besi” (mengisolasi diri). Konfrontasi kedua kekuatan ini kemudian dikenal dengan istilah perang dingin(1946 hinggga akhir 1980-an) yang ditandai dengan arm race, perimbangan kekuasaan dan ancaman perang nuklir.[8]
            Rezim totaliter pimpinan stalin tidak memungkinkan adanya kebebasan ide dan kebebasan berfikir. Rezim inilah yang diyakini menyimpan bom waktu bagi rusaknya bangunan sosialisme itu sendiri yang berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet di dekade akhir abad XX.
            Dalam sistem dikatornya stalin bertumpu pada birokrasi yang memiliki beberapa perangkat penting salah satunya Polisi Rahasia yang bertugas mengawasi setiap aktivitas warga negara yang  dianggap subversif, Lembaga keamanan dalam sejarah Rusia memiliki banyak nama, namun KGB (Komitet Gosudarstvnnoy Bezopasnoti) adalah nama yang paling populer diseluruh dunia. Presiden Rusia saati ini Vladimir Putin juga berasal dari organisasi ini.[9]  Polisi rahasia ini menjadi instrumen pemaksaan stalin bersama Gulag (Kamp kerja Paksa) serta kebijakan Deportasi paksanya.
Kebijakan deportasi sendiri dilaksanan pada tahun 1936 – 1952 tercatat 3 juta warga Soviet dari berbagai suku bangsa dipindahkan secara paksa, hal ini banyak dilakukan dengan alasan kecurigaan pada suku-suku bangsa seperti Chechen, Ingush, Karachevs, Balkars di Rusia Selatan, Bangsa Polandia, Yunani, Kurdi, Turki diseblah barat, bangsa Ukraina, Belarus serta bangsa-bangsa dikawasan Baltik dibuang ke daerah gersang di Kazakhstan dan Siberia. Sistem Deportasi ini berakhir setelah Stalin meninggal dunia pada tahun 1953 dan korban-korban represi oleh pemerintah Khruschev dikembalikan ke daerah asalnya.[10]

Politik Luar Negeri USSR di Era Nikita Khruschev (1953-1964)


            Khruschev menduduki kursi tertingi Partai Komunis Uni Soviet setelah meninggalnya Stalin pada awal tahun 1953 dan tak lama setelahnya Ia mengungumkan arah kebijakan pemerintahanya secara garis besar merupakan koreksi terhadap pemerintahan Stalin (Destalinisasi).
            Setelah berbagai terobosan besar dilakukan seperti memberantas sistem komando birokrasi, perombakan departemen negara, menghapus sistem Gulag dan pembebasan thanan politik serta berbagai usaha penghapusan bentuk represi fisik-psikis lainya ia laksanakan kemudian muncul ketidak senangan dikalangan aparat pemerintah maupun petinggi Partai Komunis.
            Di era Khruschev ini Rusia muncul sebagai negara pertama yang sukses mengirimkan manusia ke luar angkasa dengan penerbangan kosmonot Yuri Gargarin pada tahun 1961 setelah setahun sebelumnya meluncurkan satelit bumi buatan pertama yang mengarungi ruang angkasa.[11]

NATO dan Pakta Warsawa


            Pada tahun 1955 Soviet membentuk Organisasi Perjanjian Warsawa (OWD) atau yang lebih dikenal dengan Pakta untuk mengimbangi kekuatan NATO yang beridir pada tahun 1949 hal ini tidak lepas dari memanasnya suhu politik internasional yang menyebabkan Uni Soviet menekankan pentingnya peningkatan teknologi persenjataan hingga menjadi penyeimbang kekuatan barat.[12]NATO dan Pakta Warsawa adalah organisasi pertahanan bersama (collective deffence organization) dan bukan organisasi kemanan bersama (collective security). [13]

Upaya Kerjas Sama Internasional Khruschev


            Pemerintah Khruschev mencangkan koeksistensi damai dalam kaitannya dengan NATO. Kebijakan ini memungkinkan perbaikan hubungan dengan negara-negara Eropa Barat. Namun hal itu tidak berlangsung lama, beberapa konflik tak langsung yang melibatkan Uni Soviet dan negara-negara NATO terjadi di berbabagi belahan dunia.[14]
            Dalam Krisis Suez (1956), dukungan Soviet terhadap Mesir yang berupaya menasionalisasikan Terusan Suez, menyebabkan agresi kemarahan Inggris dan Perancis. Beberapa perang saudara seperti Perang Korea, Perang Vietnam, dan Perang Afghanistan terjadi dan melibatkan kedua kubu yang berseteru dalam perang dingin.
            Pemerintah Khruschev melihat pentingnya upaya diplomasi dalam upaya mengarungi ketegangan dunia dengan cara memperluas kerja sama Uni Soviet dengan negara-negara di dunia. Tahun 1954-1956 tercatat beberapa perundingan bilateral Uni Soviet dengan beberapa negara di Eropa dan Asia. Sebagai hasilnya adalah normalisasi hubungan diplomatik dengan Austria dan Jerman, Perjanjian Penghentian Perang dengan Jepang (1956), Selain itu juga Uni Soviet juga menjalin hubungan yan lebih erat dengan negara-negara berkembang di Asia seperti India, Burma, Afganistan dan Indonesia. Tercatat sekitar 6000 perusahaan telah dibangun di berbagai negara diseluruh dunia dengan dukungan Uni Soviet.[15]
            Upaya menjalin hubungan harmonis dengan Amerika Serikat juga dilakukan Khrushev. Dalam sejarah, untuk pertama kalinya kunjungan resmi pemimpin Uni Soviet ke AS, adalah ketika Khruschev bertum dengan Eisenhouer pada 1959. Walaupun akhirnya usaha normalisasi hubungan ini termentahkan oleh insiden penembakan pesawat mata-mata AS U-2 ang terbang di teritori udara Uni Soviet pada Mei 1960.[16]
            Ketika AS dipimpin Presiden Kennedy, Khruschev bertemu dengan pemimpin baru AS tesebut dalam rangka memperbaiki hubungan kedua negara pada tahun berikutnya. Namun ketidak sepahaman atas status Berlin membuat kedua negara adi kuasa itu tetap menjaga jarak. Hubungan semakin memburuk ketika 19 Agustus 1961 pemerintah Jerman Barat membangung Tembok Berlin yang merusak perjanjian Postam. Disamping itu Krisis Kuba, yang dipicu penempatan rudal-rudal jarak pendek Soviet di negara kawasan karibia itu semakin memperburuk hubungan Russo-Amerika. Aksi ini sebenarnya dipicu oleh agresivitas AS dengan penempatan roket-roket taktisnya di teritori Turki.[17] Selama konflik ini Senjata-senjata kimia juga banak diangkut dalam Pesawat-pesawat Amerika Serikat.[18]
Dalam krisis misil kuba sendiri Moskow memberikan perhatian kepada Fidel Castro, diktator Komunis Kuba yang meraih kekuasaan dalam revolusi tahun 1959. Amerika Serikat melancarkan invasi yang kemudian gagal di Kuba pada tahun 1961 dengan menggunakan warga Kuba di pengasingan, Kuba sendiri hanya berada 90 mil dari Florida.Pada musim semi 1962 Khrushchev secara diam-diam menempakan misil jenis medium range (1.200 mil) dan jarak menengah (2.500 mil) rudal nuklir di Kuba. Hasilnya adalah Krisis Misil Kuba pada Oktober 1962. Yang hampir membawa dunia dalam perang nuklir.[19]

Politik Luar Negeri USSR di Era Brezhnev (1964-1982)


Setelah Nikita Khruschev mundur bulan oktober 1964 puncuk kepemimpinan Komite Sentral Partai Komunis di pegang oleh Leonid Berzhnev, dan Kosygin menjadi Kepala Pemerintahannya. Kosygin kemudian merencenakan reformasi ekonomi namun hal tersebut hanya mendatangkan keberhasilan semu.
 Di Bidang politik naiknya Brezhnev berarti adalah menguatnya kembali kubu konservatif partai dan membawa kembali Uni Soviet ke era Stalin. Jika sebelumnya terjadi Destalinisasi sekarang terjadi Dekhruscheviasi. Sistem kendali aparat yang ditekankan pemerintah, kembali memperkuat sistem birokrasi Rusia. Kemudian Leonid Brezhnev berhasil menduduki ketua dewan tertinggi Uni Soviet dan dengan sikap hati-hatinya ia berhasil mencapai puncak pemerintahan pada tahun 1964.
Pemerintahan Brezhnev lebih mengarah pada konservatisme, keamanan dengan (stagnasi yang justru lebih menjatuhkan wibawa Uni Soviet baik dialam negeri maupun di dunia internasional[20]. Periode ini ditandai dengan berbagai stagnasi di bidang ekonomi, politik, dan menguatnya semangat oposisi di masyarakat.


Keijakan Brezhnev yang konservatif


Kebijakan Luar Negeri Brezhnev mencerminkan konservatisme dan penguatan kembali hegemoni Soviet terhadap negara-negara yang tergabung dalam kubu sosialis, untuk mengantisipasi ancaman runtuhnya kubu sosialis. Dalam upaya penyebaran kominsme ke “negara-negara baru” Brezhnev melanjutkan kebijakan dukungan kepada gerakan dan rezim progresif diseluruh dunia. Sementara dalam kaitan hubungan dengan negara-negara barat khususnya AS, Brezhnev menegaskan kebijakan koeksistensi “damai.”
Langkah-langkah konkret sebagai implementasi tersebut, menunjuk beberapa contoh, seperti upaya perbaikan hubungan dengan RRC yang meburuk sejak tahhun 1950-an, pengiriman dalam jumlah besar persenjataan ke Vietnam untuk mendukung kekuatan komunis (Vietkong) di negara tersebut. Untuk menenangkan pertaruhan tak langsung melawan AS tersebut, Uni Soviet bahkan mengrimkan tentara dan teknisi militer untuk mendukung kaum militan komunis. Hal ini membawa konsekuensi memburuknya hubungan Soviet-Amerika.[21]
Pada Era ini terjadi juga penyerangan senjata biologis yang pada 1971 Amerika Serikat akhirnya menghentikan praktek perang biologi penggunaan langsung herbicides seperti Agent Orange yang telah menyebar ke hutan-hutan Indocina dan menghancurkan 6% hasil bumi Vietnam dan dari sumber intelejen AS mengakui penyebaran virus swine-flu ke pantai selatan Kuba dan dimuat juga dalam surat kabar Washington Post bahwa program AS dalam melawan kuba sejak 1962 termasuk komponen perang biologi CIA.[22]
Pada era Brezhnev juga terlihat penguatan tekanan terhadap negara-negara yang tergabung dalam sosialisme. Kekuatan gabungan Uni Soviet, Polandia, Bulgaria, Rumania dan Jerman Timur mehnacurkan gerakan rakyat Cekoslovakia, pasalnya gerakan di bawah Alexander Dubcjek itu dianggap membahayakan payung sosialisme di negara tersebut. Hal serupa juga dialami Lech Walensa (1980) di Polandia.
Beberapa gerakan pro-demokrasi negara-negara satelit di Eropa Timur seperti di Polandia dan Rumania merisaukan pemimpin Uni Soviet dalam kaitan keruntuhan Blok Timur. Rezim Komunis Warsawa hampir kehilangan pamornya pada rakyat karena krisis ekonomi, sementara untuk memberi bantuan finansial tidak memungkinkan akibat krisis serupa juga dialami Soviet sebagai warisan era Khruschev sehingga tak ada pilihan lain bagi Brezhnev selain mengijinkan Warsawa mengambil pinjaman dari Barat. Sementara Rumania berkeinginan mendapatkan kemandirian menentukan kebijakan luar negerinya, yang dipersepsikan sebagai ancaman terhadap hegemoni Soviet di negara tersebut. Chekoslovakia dibawah Dubchek bahkan memutuskan untuk memulai proses revitalisasi dan demokratisasi dalam tubuh partak komunis Cheko maupu negara itu secara keseluruhan.[23]
Menjelang pertengahan tahun 1980-an Uni Soviet mengalami krisis ekonomi dan politik. Kemerosotan ekonomi akibat korupsi dan bobroknya birokrasi serta budaya politik yang makin monolitik semakin memperkuat apatisme masyarakat. Penempatan kekuatan militer Uni Soviet di kancah konflik Internasional seperti di Afghanistan dan negara-negara Eropa Timur membutuhkan biaya yang sangat besar sementara industri yang sudah terpola pada industri berat tak memberikan jalan keluar. Kondisi ini memaksa pemerintah maupun partai untuk mengoreksi kebijakannya. Beberapa upaya perubahan memang telah dimulai oleh kepmimpinan Yuri Andropov (1982-1984) dan Konstanti Cherneko (1983-1985), namun karena faktor usia dan kepemimpinan mereka yang pendek upya mereka tidak memili pengaruh yang berarti.[24]




Politik Luar Negeri USSR di Era Mikhail Gorbachev (1985-1991)


Setelah kematian Chernenko pada bulan Maret 1985 Majelis Tinggi Uni Soviet memlih tokoh muda yang nantinya akan membawa pengaruh besar tidak hanya bagi warga Soviet tetaoi juga bagi seluruh umat manusia. Dia adalah Mikhail Gorbachev, tokoh termuda  yang pernah memimpin partai komunis dalam sejarah Uni Soviet.[25]
Selama Perang Dingin setidaknya 19 kali Uni Soviet mengirimkan bantuan militer ke negara-negara yang dilandak konflik seperti Korea Utara, Hungaria, Aljazair, Kuba, Mesir, Vietnam, Ethiopia, Afghanistan dan sebagainya. Selama periode itu juga setidaknya 16 ribu tentara Soviet tidak kembali (hilang,gugur) dalam tugas diluar teritori Rusia dan dengan sangat signifikan kebijakan Gorbachev benar-benar merubah segalanya.

Perestorika, Demokratiya dan Glasnost


Berbagai permasalahan domestik maupun internasional haris dipecahkan oleh Gorbachev dan hal pertam yang dilakukannya adalah memaklumkan diselenggarakan sebuah kebijakan reformis yang dikenal dengan Perestroika, langkah ini ditukukan untuk memperkuat masyarakat sosialis dengan memberikan “wajah humanis”. Sebagai penggerak perestroika dingkat pula semboyan “Demokratiya” (Demokrasi) dan “Glasnost”(Keterbukaan).[26]
Perlu diketahui Uni Soviet menggunakan acuan baru dalam politik luar negeri mereka yang disebut novoe myshlenie, atau "pemikiran baru,"  yang berarti pendekatan baru dalam politik luar negeri yang akan memungkinkan Uni Soviet untuk membangun hubungan yang damai dengan kapitalis barat.[27]
Perestroika sendiri adalah sebuah restrukturisasi untuk mengantisipasi proses stagnasi dan kelumpuhan total, dengan menciptakan mekanisme percepatan yang efektif bertumpu pada kinerja kerja nyata masyarakat, pada perkembangan demokrasi dan perluasan keterbukaan. Tujuan akhirnya adalah untuk memperbaiki masyarakat Soviet secara politik, ekonomi dan moral.
Implikasi kebijakan ini sangat besar dimana sebuah negara yang sangat berkepentingan menyebarkan ideologi komunis berubah 180 derajat menjadi kekuatan besar yang berat dan mempertimbangkan nilai-nilai kemanusian. Hal ini mencengangkan Barat, termasuk Ronald Reaeagan Presiden Rusia kala itu.[28]
Gorbachev kemudian melakukan penarikan pasukannya dari Afganistan (1988,1989), Penyatuan Jerman (1989-1990), dan penolakan campur tangan di beberapa negara Eropa Timur. Bahkan menjelang runtuhnya Uni Soviet ia merelakan Pakta Warsawa runtuh.
Dalam menjalankan idenya juga sistem ekonomi Uni Soviet disusun dengan sistem ekonomi pasar dimana perusahan negara banyak yang diprivatisasi namun hal ini tidak berujung pada membaiknya kesejahteraan masyarakat. Pertengahan tahun 80-an merupakan awal tahapan baru perkembangan masyarakat Soviet, yang didasarkan pembaharuan seluruh bidang kehidupan. Perubahan Revolutif yang dimulai sejak April 1985 dalam seluruh kehidupan masyarakat telah menciptakan kondisi baru bagi perkembangan budaya baik bagi masyarakat secara umum maupun individu secara terpisah.
Glasnost (keterbukaan) dan Demokratizatsiya (demokratisasi menimbulkan pemikiran politik baru dalam kebijakan internasional dan hal inilah yang menjadikan inisatif diakhirinya Perang Dingin.[29]

Implementasi Politik Luar Negeri Era Gorbachev


Politik luar negeri Uni Soviet pada periode ini didasari oleh pemikiran baru dalam melihat peranan Soviet dalam percaturan internasional. Konsep baru ini kemudian dijabarkan dalam langkah-langkah positif dalam hubungan dengan negara-negara yang merupakan "musuh tradisional Rusia Uni Soviet mengambil langkah inisiatif bagi perbaikan hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat.[30]
Hubungan bilateral Soviet - AS diarahkan bagi penghapusan perlombaan senjata seperti  Perjanjian penghapusan rudal jarak menengah dan jarak jauh (1987) dan pengurangan serta pembatasan senjata strategis pemusnah massal (1991).  Dengan masyarakat Eropa Uni Soviet juga menandatangani perjanjian tentang senjata konvensional (1990). Arah kebijakan baru ini tentu membawa angin segar bagi hububungan Soviet dengan negara-negara Barat. Rusia yang selama ini dicap sebagai "Imperium Setan:, dianggap telah memunculkan wajah baru yang ramah pada masa kepemimpinan Gorbachev.[31]
Implikasi lainnya adalah berkurangnya porsi perhatian Moskow terhadap pakta Warshawa menjadi berkurang akibat berkurangnya dukungan politis dari Kermlin. Hal ini pada gilirannya mendorong secara dramatis kehancuran Pakta Warshawa sebagi kekuatan penyeimbang NATO.

Glasnost, Perestorika dan Pecahnya USSR


Kebijakan Glasnost dan Perestorika yang dijalankan pemerintah Gorbachev ternyata membawa pengaruh bagi semakin menguatnya gerakan separatisme, akibat semangat keterbukaan dan demokratisasi yang menjadi inti dari kebijakan tersebut. Berbagai konflik antar etnis yang selama ini tersembunyi mulai muncul menjadi konflik terbuka. Ketidak mampuan pemerintah pusat dalam menangani masalah ekonomi juga semakin mendorong ketidak puasan di republik-republik konstituen Uni Soviet dan akhirnya mendorong munculnya kekuatan oposisi yang menyuarakan ide-ide separatisme.[32]
Di Ukraina umncul gerakan "Ruh: di Lithuania muncul "Syudis" dan sebagainya menjadi pusat-puasat kemerdekaan republik-republik terhadap kekuasaan pusat. Pada 1986 terjadi demonstrasi besar-besaran di Alma-ata (Kazakhstan) menentang Rusifikas. Pada tahun 1988 terjadi konflik bersenjata antara Aarmenia dengan Azerbaijan dalam perebutan Nagorno-Karabakh.
Situasi krusial yang dihadapi Mikail Gorbachev disikapi dengan mengundang para pemimpin republik Soviet dalam pertemuan di Novo-Ogaryov. Dalam pertemuan tersebut disepakati perlunya pembaharuan "perjanjian" yang mengikat persatuan bangsa-bangsa yang terbagung dalam Uni Soviet dan ketika terjadi upaya penandatanganan pilar penyangga eksistensi Uni Soviet terjadi aksi penyanderaan dan kudeta yang dilakukan orang-orang dekat Gorbachev sendiri. Pada tanggal 18 Agustus Gorbachev diisiolir ke rumah peristirahatannya sehingga akses menujut Moskow terputus sementara keesikan harinya disiarkan "Maklumat Pemmpin Uni Soviet" yang mengungumkan tentang pemberhentiannya dari jabatan presiden karena alasan kesehatan dan diberkan mandat kepada Wapres Gennady Yanaev dan dibentuk Komite Nagara unduk Keadaan Darurat.[33]
Namun Kudeta tersebut mendapat perlawanan dan pemimpin RSFSR dan kemudian berhasli menggagalkan kudeta. Tanggal 22 Agustus Gorbachev kembali ke Moskow dan para tokoh berhasil ditangkap. Namun tekanan terus berlanjut dan lewat pertemuan rahasia pada tanggal 8 Desember yang dihadiri Pemimpin tiga negara Bagian Boris Yeltsin (RSFSR), Leonid Kravchuk (Ukraina), dan S. Shunshkevich (Belarus, SSR)di Balevezhskaya Pushca, diumumkanlah berakhirnya Uni Soviet dan negara-negara bekas konstituennya membentuk persemakmuran negara-negara merdeka yang dikenal dengan istilah CIS (Commonwealth of Independence States).Gorbachev secara resmi mengundurkan diri pada 25 Desember 1991 dan secara otomasits mengakhiri eksistensi Uni Soviet. RSFSR kemudian menjadi Rusia adalah kepingan terbesar bekas negara adikuasa tersebut yang sekaligus memiliki hak wars kebesaran Uni Soviet.[34]
Dengan gagalnya komunisme baik secara politis maupun secara ekonomis di era 1990-an alternatif yang tadinya disajikan oleh dunia komuns telah kehilangan pamornya terutama di Eropa Timur. Negara-negara di Eropa Timur dibidang ekonomi mulai berorientasi pada pasar bebas dan di bidang politik secara berangsur-angsur mencari sistem politik baru yang cenderung mirip dengan apa yang terdapat di negara barat.[35]

Kesimpulan


                Politik Luar Negeri USSR mengalami perjalanan yang penuh dinamika dan turbulensi yang bertautan dengan pergantian Rezim “besar” pemerintahan USSR itu sendiri, mulai dari Era Stalin yang begitu “tertutup” kemudian berubah 1800  di Era Khruschev dan Kembali lagi kepemikiran “konservatif” era awal USSR dalam pemerintaham Breznev namun tetap tidak menjadikan “wajah” USSR yang lebih baik, hingga akhirnya presiden terakhir USSR Gorbachev membuka lagi USSR dengan kebijakannya yang terkenal yaitu Glasnost dan Perestorika yang memiliki dampak besar bukan hanya bagi Uni Soviet namun seluruh Dunia.























Daftar Pustaka


Downing, Stephane, Holocaust Fakta atau Fiksi? (MedPress, 2007)
Fahrurodji, A., Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya, (Yayasan Obor Indonesia,2005)
Kort, Michael. A Brief History Of Russia. New York: Facts On File, Inc. 2008
Rudy, T. May, Hubungan internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global (PT Refika Aditama,2003)
 Saragih, Simon, Bangkitnya Rusia Peran Putin dan Eks KGB, (PT Kompas Media Nusantara, 2008)
Sitepu,  P. Anthonius, Studi Hubungan Internasional, (Graha Ilmu, 2011)



[1] A. Fahrurodji, Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya, (Yayasan Obor Indonesia,2005) hlm.137-138.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4]A. Fahrurodji, op. cit. hlm. 140.
[5] P. Anthonius Sitepu, Studi Hubungan Internasional, (Graha Ilmu, 2011) hlm 178.
[6]A. Fahrurodji, op. cithlm. 144
[7]A. Fahrurodji, op. cit hlm. 155
[8]A. Fahrurodji, op. cit164.
[9] Simon Saragih, Bangkitnya Rusia Peran Putin dan Eks KGB, (PT Kompas Media Nusantara, 2008) hlm. 87.
[10] A. Fahrurodji, Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya, (Yayasan Obor Indonesia,2005) hlm.148.

[11]A. Fahrurodji, op. citHlm. 152
[12]Ibid. Hlm. 164.
[13] P. Anthonius Sitepu, op.cit Hlm. 159-160
[14]A. Fahrurodji, op. cithlm.164.
[15]Ibid. hlm. 153
[16]Ibid.
[17]Ibid. hlm. 167
[18] Stephane Downing, Holocaust Fakta atau Fiks?i (MedPress,2007) Hlm. 148
[19]Kort, Michael. A Brief History Of Russia. (New York: Facts On File, Inc. 2008 ) hlm. 209.
[20]A. Fahrurodji, op. cithlm. 169
[21]Ibid.. hlm 171
[22] Stephane Downing, opt. cit hlm. 149
[23]A. Fahrurodji, op. cit. hlm 171
[24] Ibid. hlm. 173.
[25]Ibid.
[26]Ibid.
[27][27]Kort, Michael, op. cit hlm. 224.
[28]A. Fahrurodji, op. cithlm. 175-176.
[29] Ibid. hlm. 181.
[30]Ibid. hlm. 182.
[31]Ibid hlm.  183
[32]Ibidhlm.  184
[33]Ibid. hlm. 186
[34]Ibid. hlm. 187
[35] T. May Rudy, Hubungan internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global(PT Refika Aditama,2003) hlm. 51.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar