Daftar Isi |
||
Daftar Isi
|
||
|
|
|
Pendahuluan
Latar Beakang
Selepas Revolusi besar Rusia tahun 1917 dan
Perang Dunia II ditahun 1945 tidak menjadikan dunia tentram dan aman,
problematika terus berlanjut dalamdinamika Perang Dingin yang di pisahkan oleh
dua blok besar antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Inggris
dengan ideologi Liberalisnya berhadapan dengan Blok Komunis yang dipimpin oleh
Uni Soviet. Konfrontasi kedua kekuatan ini kemudian dikenal dengan istilah
perang dingin, yang terjadi mulai dari 1946 hinggga akhir 1980-an ditandai
dengan arm race, perimbangan
kekuasaan dan ancaman perang nuklir
Makalah yang kami susun ini akan menjabarkan
bagaimana sebenarnya Politik Luar Negeri USSR dalam Era Perang Dingin tersebut
dengan pembagian 4 Era besar yaitu
Poltik luar negeri USSR di Era Stallin
(1924 – 195), Era Nikita Khruschev
(1953-1964), Brezhnev (1964-1982),
dan Mikhail Gorbachev (1985-1991).
Pembahasan
Sejarah Singkat Pembentukan USSR
Sebelum masuk pada politik luar negeri USSR
penting bagi kita untuk mengetahui asal istilah Soiviet. Istilah Soviet sebagai
gerakan politik pertama kali muncul dalam revolusi 1905-1907 dimana saat itu
dipersepsikan sebgai sebuah organ yang mengatur dan menkoordinasikan perjuangan
kaum pekerja untuk mendapatkan hak-haknya kemudian Istilah Soviet Berkembang
Pesat dalam Revolusi Februari 1917. Penggunaan kata “Soviet” menggantikan kata
Negara (Gosudartstvo) sangat memiliki muatan politis dan historis dimana
kaum-kaum revolusioner menggunakan teori Marxis dimana Negara tidak dieperlukan
lagi dalam masyarakat sosialis. Kata Gosudarstvo sendiri berakar dari kata
Gosudar yang berarti tuan, sehingga dalam konsep berfikir rakyat Rusia Negara
dipersepsikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan tuan-tuan atau kelompok
bangsawan mengingat selama berabad-abad Rusia hidup dalam system pemerintahan
Feodal yang dipimpin penguasa monarki.[1]
Uni Soviet sendiri terbentuk setelah
Soviet-Ruia dan republik-republik lainnya seperti Soviet Ukraina, Soviet
Belorusia terbentuk dan menggabungkan diri membentuk sebuah Uni yang kemudian
disebut Uni Soviet, Secara harfiah kataSoviet berarti nasehat dan dalam
terminologi politik bias berarti dewat
atau majelis.[2]
Selepas perang saudara, atas dukungan
kekuatan Tentara Merah terbentuklah 6 republik (Soviet) yang berdaulat secara
formal di wilayah bekas Imperium Rusia yakni: Rusia (RSFSR), Ukraina, Belorusia,
Azerbaijan, Armenia dan Georgia.[3]
Lenin
sendiri mendukung terbentuknya Uni Republik Sosialis Soviet berdasarkan bentuk
federasi, persamaan, dan sukarela. Ini didukung dalam Plenum Oktober Komite
sentral pada tahun 1922. Sedangkan Stalin lebih meilihat ide pembentukan Uni
Soviet pada otonomisasi namun usul Lenin lebih diterima. Deklarasi pembentukan Uni Soviet sendiri
terdiri dari RSFSR (Rusia), USSR (Ukraina), BSSR (Belarus), ZSSR (Zakaukasus,
yakni Georgia, Armenia, dan Azerbaijan) yang mana pada tanggal 30 Desember 1922
menjadi hari terbentuknya Soyuz Sovietskih Sotsialisticheskih Respublik/SSR
atau Uni Soviet-Soviet Republik Sosialis atau dipendekan menjadi Uni Soviet dan
beberapa tahun setelah kelahirnyan pada tahun 1924 telah bergabung Uzbekistan
dan Turkmenistan lalu disusul Tadjikistan (1929), Kizgizia dan Kazakhstan
(1936). Negara-negara Baltik setelahnya seperti Lithuania, Estonia dan Latvia
bergabung pada 1940.[4]
Dalam
sejarahnya Sejak tahun 1919 – 1989
tercatat ada 25 misi militer ke negara-negara di Asia, Afrika, Amerika Latin
dan Eropa hal ini tidak lepas dari semangat mesianisme yang bisa ditilik
setidaknya pada masa Vasily III dengan diadopsinya doktrin Moskow sebagai Roma
ke III yang mendorong penguasa-penguasa kremlin di era Bolshevik menjalankan
“misi penyelamatan dunia” dengan beroposisi pada kekuatan kapitalisme dan
imperialisme barat.
Pengertian Politik Luar Negeri
Agar tidak terjadi kerancuan perlu diketahui
juga pengertian dari Poltik Luar Negeri. Politik luar negeri adalah keseluruhan
perjalanan keputusan pemerintah untuk mengatur semua hubungan dengan negara
lain. Politik Luar Negeri juga dapat diartikan sebagai suau bentuk
kebijaksanaan atau tindakan yang diambil dalam hubungannya dengan situasi/akyor
yang ada di luar batas-batas wilayah negara.[5]
Politik Luar Negeri USSR di Era Stallin (1924 – 1953)
Sepeninggal
Lenin pada tahun 1924. Yosif Vissarionovich “Stalin” yang kala itu termasuk
orang dekat tokoh komunisme terbesar itu langsung menduduki posisi terpenting
di partai maupun pemerintahan. Dlaam upayanya untuk mempertahankan kekuasaan
Stalin menjalankan kebijakan yang dikenal dengan Stalinisme bersama ide “Komunisme
Internasionalnya” setelah Perang Dunia ke II untuk menjaga kekuasaannya dengan
memperkuat system birokrasi, represi masal, penghapusan demokrasi dan persamaan
nasional. [6]
Di
era Stalin sendiri terjadi penyerangan Jerman terhadap wilayah Uni Soviet dengan
tujuan menguasai Leningrad dan menyeret Rusia dalam Perang Dunia ke II, hal ini
mengagetkan Stalin karena antara kedua negara telah ada perjanjian rahasia
untuk tidak saling menyerang, Perang Dunia Ke II menyebabkan 26 juta rakyat
Soviet tewas dalam berbagai pertempuran.[7].
Perang Dunia dan Perang Dingin
Setelah
Perang Dunia ke II usai, Uni Soviet mengalami penguatan otoritas yang cukup
berarti, dengan terbentuknya hubungan kerja sama diplomatik dengan 52 negara.
Soviet ikut serta dalam Konferensi Paris 1946, membahas nasib bangsa-bangsa
bekas sekutu Jerman seperti Italia, Bulgaria, Hungaria, Rumania dan Finandia.
Perang Penting lainnya adalah keikut sertaannya memprakarsai berdirinya PBB
pada tahun 1945 bersama dengan kekuatan anti-Fasis lainnya. Namun kemesraan
hubungan negara-negara yang tergabung dalam koalisi anti-Fasis itu tidak
bertahan lama.
Pada tahun 1946 Stalin menuduh Inggris dan AS
melancarkan kebijakan-kebijakan internasional yang aggresif, hal ini dijawab
oleh Winston Churchill dengan menantang kekuatan apa yang disebutnya “Komunis
Timur” yang gilirannya membelah sistem perpolitikan internasional dalam dua
blok besar yakni Blok Barat yang dikomandoi AS dan Inggris dan Blok Timur oleh
Uni Soviet. Amerika Serikat kemudian memperbanyak basis-basis militernya dan
mengurangi volume perdangan dengan Uni Soviet dan negara-negara sosialis,
sementara Uni Soviet menyelenggarakan kebijakan “Tirai Besi” (mengisolasi
diri). Konfrontasi kedua kekuatan ini kemudian dikenal dengan istilah perang
dingin(1946 hinggga akhir 1980-an)
yang ditandai dengan arm race, perimbangan
kekuasaan dan ancaman perang nuklir.[8]
Rezim
totaliter pimpinan stalin tidak memungkinkan adanya kebebasan ide dan kebebasan
berfikir. Rezim inilah yang diyakini menyimpan bom waktu bagi rusaknya bangunan
sosialisme itu sendiri yang berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet di dekade
akhir abad XX.
Dalam
sistem dikatornya stalin bertumpu pada birokrasi yang memiliki beberapa
perangkat penting salah satunya Polisi Rahasia yang bertugas mengawasi setiap
aktivitas warga negara yang dianggap
subversif, Lembaga keamanan dalam sejarah Rusia memiliki banyak nama, namun KGB
(Komitet Gosudarstvnnoy Bezopasnoti) adalah nama yang paling populer diseluruh
dunia. Presiden Rusia saati ini Vladimir Putin juga berasal dari organisasi ini.[9] Polisi rahasia ini menjadi instrumen
pemaksaan stalin bersama Gulag (Kamp kerja Paksa) serta kebijakan Deportasi
paksanya.
Kebijakan deportasi sendiri dilaksanan pada
tahun 1936 – 1952 tercatat 3 juta warga Soviet dari berbagai suku bangsa
dipindahkan secara paksa, hal ini banyak dilakukan dengan alasan kecurigaan
pada suku-suku bangsa seperti Chechen, Ingush, Karachevs, Balkars di Rusia
Selatan, Bangsa Polandia, Yunani, Kurdi, Turki diseblah barat, bangsa Ukraina,
Belarus serta bangsa-bangsa dikawasan Baltik dibuang ke daerah gersang di
Kazakhstan dan Siberia. Sistem Deportasi ini berakhir setelah Stalin meninggal
dunia pada tahun 1953 dan korban-korban represi oleh pemerintah Khruschev
dikembalikan ke daerah asalnya.[10]
Politik Luar Negeri USSR di Era Nikita Khruschev (1953-1964)
Khruschev
menduduki kursi tertingi Partai Komunis Uni Soviet setelah meninggalnya Stalin
pada awal tahun 1953 dan tak lama setelahnya Ia mengungumkan arah kebijakan
pemerintahanya secara garis besar merupakan koreksi terhadap pemerintahan
Stalin (Destalinisasi).
Setelah
berbagai terobosan besar dilakukan seperti memberantas sistem komando
birokrasi, perombakan departemen negara, menghapus sistem Gulag dan pembebasan
thanan politik serta berbagai usaha penghapusan bentuk represi fisik-psikis
lainya ia laksanakan kemudian muncul ketidak senangan dikalangan aparat
pemerintah maupun petinggi Partai Komunis.
Di
era Khruschev ini Rusia muncul sebagai negara pertama yang sukses mengirimkan
manusia ke luar angkasa dengan penerbangan kosmonot Yuri Gargarin pada tahun
1961 setelah setahun sebelumnya meluncurkan satelit bumi buatan pertama yang
mengarungi ruang angkasa.[11]
NATO dan Pakta Warsawa
Pada
tahun 1955 Soviet membentuk Organisasi Perjanjian Warsawa (OWD) atau yang lebih
dikenal dengan Pakta untuk mengimbangi kekuatan NATO yang beridir pada tahun
1949 hal ini tidak lepas dari memanasnya suhu politik internasional yang
menyebabkan Uni Soviet menekankan pentingnya peningkatan teknologi persenjataan
hingga menjadi penyeimbang kekuatan barat.[12]NATO
dan Pakta Warsawa adalah organisasi pertahanan bersama (collective deffence
organization) dan bukan organisasi kemanan bersama (collective security). [13]
Upaya Kerjas Sama Internasional Khruschev
Pemerintah
Khruschev mencangkan koeksistensi damai dalam kaitannya dengan NATO. Kebijakan
ini memungkinkan perbaikan hubungan dengan negara-negara Eropa Barat. Namun hal
itu tidak berlangsung lama, beberapa konflik tak langsung yang melibatkan Uni
Soviet dan negara-negara NATO terjadi di berbabagi belahan dunia.[14]
Dalam
Krisis Suez (1956), dukungan Soviet terhadap Mesir yang berupaya
menasionalisasikan Terusan Suez, menyebabkan agresi kemarahan Inggris dan
Perancis. Beberapa perang saudara seperti Perang Korea, Perang Vietnam, dan
Perang Afghanistan terjadi dan melibatkan kedua kubu yang berseteru dalam
perang dingin.
Pemerintah
Khruschev melihat pentingnya upaya diplomasi dalam upaya mengarungi ketegangan
dunia dengan cara memperluas kerja sama Uni Soviet dengan negara-negara di
dunia. Tahun 1954-1956 tercatat beberapa perundingan bilateral Uni Soviet
dengan beberapa negara di Eropa dan Asia. Sebagai hasilnya adalah normalisasi
hubungan diplomatik dengan Austria dan Jerman, Perjanjian Penghentian Perang
dengan Jepang (1956), Selain itu juga Uni Soviet juga menjalin hubungan yan lebih
erat dengan negara-negara berkembang di Asia seperti India, Burma, Afganistan
dan Indonesia. Tercatat sekitar 6000 perusahaan telah dibangun di berbagai
negara diseluruh dunia dengan dukungan Uni Soviet.[15]
Upaya
menjalin hubungan harmonis dengan Amerika Serikat juga dilakukan Khrushev.
Dalam sejarah, untuk pertama kalinya kunjungan resmi pemimpin Uni Soviet ke AS,
adalah ketika Khruschev bertum dengan Eisenhouer pada 1959. Walaupun akhirnya
usaha normalisasi hubungan ini termentahkan oleh insiden penembakan pesawat
mata-mata AS U-2 ang terbang di teritori udara Uni Soviet pada Mei 1960.[16]
Ketika
AS dipimpin Presiden Kennedy, Khruschev bertemu dengan pemimpin baru AS tesebut
dalam rangka memperbaiki hubungan kedua negara pada tahun berikutnya. Namun
ketidak sepahaman atas status Berlin membuat kedua negara adi kuasa itu tetap
menjaga jarak. Hubungan semakin memburuk ketika 19 Agustus 1961 pemerintah
Jerman Barat membangung Tembok Berlin yang merusak perjanjian Postam. Disamping
itu Krisis Kuba, yang dipicu penempatan rudal-rudal jarak pendek Soviet di
negara kawasan karibia itu semakin memperburuk hubungan Russo-Amerika. Aksi ini
sebenarnya dipicu oleh agresivitas AS dengan penempatan roket-roket taktisnya
di teritori Turki.[17]
Selama konflik ini Senjata-senjata kimia juga banak diangkut dalam
Pesawat-pesawat Amerika Serikat.[18]
Dalam krisis misil kuba sendiri Moskow
memberikan perhatian kepada Fidel Castro, diktator Komunis Kuba yang meraih
kekuasaan dalam revolusi tahun 1959. Amerika Serikat melancarkan invasi yang
kemudian gagal di Kuba pada tahun 1961 dengan menggunakan warga Kuba di
pengasingan, Kuba sendiri hanya berada 90 mil dari Florida.Pada musim semi 1962
Khrushchev secara diam-diam menempakan misil jenis medium range (1.200 mil) dan
jarak menengah (2.500 mil) rudal nuklir di Kuba. Hasilnya adalah Krisis Misil
Kuba pada Oktober 1962. Yang hampir membawa dunia dalam perang nuklir.[19]
Politik Luar Negeri USSR di Era Brezhnev (1964-1982)
Setelah Nikita Khruschev mundur bulan oktober
1964 puncuk kepemimpinan Komite Sentral Partai Komunis di pegang oleh Leonid
Berzhnev, dan Kosygin menjadi Kepala
Pemerintahannya. Kosygin kemudian merencenakan reformasi ekonomi namun hal
tersebut hanya mendatangkan keberhasilan semu.
Di
Bidang politik naiknya Brezhnev berarti adalah menguatnya kembali kubu
konservatif partai dan membawa kembali Uni Soviet ke era Stalin. Jika
sebelumnya terjadi Destalinisasi sekarang terjadi Dekhruscheviasi. Sistem
kendali aparat yang ditekankan pemerintah, kembali memperkuat sistem birokrasi
Rusia. Kemudian Leonid Brezhnev berhasil menduduki ketua dewan tertinggi Uni
Soviet dan dengan sikap hati-hatinya ia berhasil mencapai puncak pemerintahan
pada tahun 1964.
Pemerintahan Brezhnev lebih mengarah pada konservatisme,
keamanan dengan (stagnasi yang justru lebih menjatuhkan wibawa Uni Soviet baik
dialam negeri maupun di dunia internasional[20].
Periode ini ditandai dengan berbagai stagnasi di bidang ekonomi, politik, dan
menguatnya semangat oposisi di masyarakat.
Keijakan Brezhnev yang konservatif
Kebijakan Luar Negeri Brezhnev mencerminkan
konservatisme dan penguatan kembali hegemoni Soviet terhadap negara-negara yang
tergabung dalam kubu sosialis, untuk mengantisipasi ancaman runtuhnya kubu
sosialis. Dalam upaya penyebaran kominsme ke “negara-negara baru” Brezhnev
melanjutkan kebijakan dukungan kepada gerakan dan rezim progresif diseluruh
dunia. Sementara dalam kaitan hubungan dengan negara-negara barat khususnya AS,
Brezhnev menegaskan kebijakan koeksistensi “damai.”
Langkah-langkah konkret sebagai implementasi
tersebut, menunjuk beberapa contoh, seperti upaya perbaikan hubungan dengan RRC
yang meburuk sejak tahhun 1950-an, pengiriman dalam jumlah besar persenjataan
ke Vietnam untuk mendukung kekuatan komunis (Vietkong) di negara tersebut.
Untuk menenangkan pertaruhan tak langsung melawan AS tersebut, Uni Soviet
bahkan mengrimkan tentara dan teknisi militer untuk mendukung kaum militan
komunis. Hal ini membawa konsekuensi memburuknya hubungan Soviet-Amerika.[21]
Pada Era ini terjadi juga penyerangan senjata
biologis yang pada 1971 Amerika Serikat akhirnya menghentikan praktek perang
biologi penggunaan langsung herbicides seperti Agent Orange yang telah menyebar
ke hutan-hutan Indocina dan menghancurkan 6% hasil bumi Vietnam dan dari sumber
intelejen AS mengakui penyebaran virus swine-flu ke pantai selatan Kuba dan
dimuat juga dalam surat kabar Washington Post bahwa program AS dalam melawan
kuba sejak 1962 termasuk komponen perang biologi CIA.[22]
Pada era Brezhnev juga terlihat penguatan
tekanan terhadap negara-negara yang tergabung dalam sosialisme. Kekuatan gabungan
Uni Soviet, Polandia, Bulgaria, Rumania dan Jerman Timur mehnacurkan gerakan
rakyat Cekoslovakia, pasalnya gerakan di bawah Alexander Dubcjek itu dianggap
membahayakan payung sosialisme di negara tersebut. Hal serupa juga dialami Lech
Walensa (1980) di Polandia.
Beberapa gerakan pro-demokrasi negara-negara
satelit di Eropa Timur seperti di Polandia dan Rumania merisaukan pemimpin Uni
Soviet dalam kaitan keruntuhan Blok Timur. Rezim Komunis Warsawa hampir
kehilangan pamornya pada rakyat karena krisis ekonomi, sementara untuk memberi
bantuan finansial tidak memungkinkan akibat krisis serupa juga dialami Soviet
sebagai warisan era Khruschev sehingga tak ada pilihan lain bagi Brezhnev
selain mengijinkan Warsawa mengambil pinjaman dari Barat. Sementara Rumania berkeinginan
mendapatkan kemandirian menentukan kebijakan luar negerinya, yang dipersepsikan
sebagai ancaman terhadap hegemoni Soviet di negara tersebut. Chekoslovakia
dibawah Dubchek bahkan memutuskan untuk memulai proses revitalisasi dan
demokratisasi dalam tubuh partak komunis Cheko maupu negara itu secara
keseluruhan.[23]
Menjelang pertengahan tahun 1980-an Uni
Soviet mengalami krisis ekonomi dan politik. Kemerosotan ekonomi akibat korupsi
dan bobroknya birokrasi serta budaya politik yang makin monolitik semakin
memperkuat apatisme masyarakat. Penempatan kekuatan militer Uni Soviet di
kancah konflik Internasional seperti di Afghanistan dan negara-negara Eropa
Timur membutuhkan biaya yang sangat besar sementara industri yang sudah terpola
pada industri berat tak memberikan jalan keluar. Kondisi ini memaksa pemerintah
maupun partai untuk mengoreksi kebijakannya. Beberapa upaya perubahan memang
telah dimulai oleh kepmimpinan Yuri Andropov (1982-1984) dan Konstanti Cherneko
(1983-1985), namun karena faktor usia dan kepemimpinan mereka yang pendek upya
mereka tidak memili pengaruh yang berarti.[24]
Politik Luar Negeri USSR di Era Mikhail Gorbachev (1985-1991)
Setelah kematian Chernenko pada bulan Maret
1985 Majelis Tinggi Uni Soviet memlih tokoh muda yang nantinya akan membawa
pengaruh besar tidak hanya bagi warga Soviet tetaoi juga bagi seluruh umat
manusia. Dia adalah Mikhail Gorbachev, tokoh termuda yang pernah memimpin partai komunis dalam
sejarah Uni Soviet.[25]
Selama Perang Dingin setidaknya 19 kali Uni
Soviet mengirimkan bantuan militer ke negara-negara yang dilandak konflik
seperti Korea Utara, Hungaria, Aljazair, Kuba, Mesir, Vietnam, Ethiopia,
Afghanistan dan sebagainya. Selama periode itu juga setidaknya 16 ribu tentara
Soviet tidak kembali (hilang,gugur) dalam tugas diluar teritori Rusia dan
dengan sangat signifikan kebijakan Gorbachev benar-benar merubah segalanya.
Perestorika, Demokratiya dan Glasnost
Berbagai permasalahan domestik maupun
internasional haris dipecahkan oleh Gorbachev dan hal pertam yang dilakukannya
adalah memaklumkan diselenggarakan sebuah kebijakan reformis yang dikenal
dengan Perestroika, langkah ini ditukukan untuk memperkuat masyarakat sosialis
dengan memberikan “wajah humanis”. Sebagai penggerak perestroika dingkat pula
semboyan “Demokratiya” (Demokrasi) dan “Glasnost”(Keterbukaan).[26]
Perlu diketahui Uni Soviet menggunakan acuan
baru dalam politik luar negeri mereka yang disebut novoe myshlenie, atau
"pemikiran baru," yang berarti
pendekatan baru dalam politik luar negeri yang akan memungkinkan Uni Soviet
untuk membangun hubungan yang damai dengan kapitalis barat.[27]
Perestroika sendiri adalah sebuah
restrukturisasi untuk mengantisipasi proses stagnasi dan kelumpuhan total,
dengan menciptakan mekanisme percepatan yang efektif bertumpu pada kinerja
kerja nyata masyarakat, pada perkembangan demokrasi dan perluasan keterbukaan.
Tujuan akhirnya adalah untuk memperbaiki masyarakat Soviet secara politik,
ekonomi dan moral.
Implikasi kebijakan ini sangat besar dimana
sebuah negara yang sangat berkepentingan menyebarkan ideologi komunis berubah
180 derajat menjadi kekuatan besar yang berat dan mempertimbangkan nilai-nilai
kemanusian. Hal ini mencengangkan Barat, termasuk Ronald Reaeagan Presiden
Rusia kala itu.[28]
Gorbachev kemudian melakukan penarikan
pasukannya dari Afganistan (1988,1989), Penyatuan Jerman (1989-1990), dan
penolakan campur tangan di beberapa negara Eropa Timur. Bahkan menjelang
runtuhnya Uni Soviet ia merelakan Pakta Warsawa runtuh.
Dalam menjalankan idenya juga sistem ekonomi
Uni Soviet disusun dengan sistem ekonomi pasar dimana perusahan negara banyak
yang diprivatisasi namun hal ini tidak berujung pada membaiknya kesejahteraan
masyarakat. Pertengahan tahun 80-an merupakan awal tahapan baru perkembangan
masyarakat Soviet, yang didasarkan pembaharuan seluruh bidang kehidupan.
Perubahan Revolutif yang dimulai sejak April 1985 dalam seluruh kehidupan
masyarakat telah menciptakan kondisi baru bagi perkembangan budaya baik bagi
masyarakat secara umum maupun individu secara terpisah.
Glasnost (keterbukaan) dan Demokratizatsiya
(demokratisasi menimbulkan pemikiran politik baru dalam kebijakan internasional
dan hal inilah yang menjadikan inisatif diakhirinya Perang Dingin.[29]
Implementasi Politik Luar Negeri Era Gorbachev
Politik luar negeri Uni Soviet pada periode
ini didasari oleh pemikiran baru dalam melihat peranan Soviet dalam percaturan
internasional. Konsep baru ini kemudian dijabarkan dalam langkah-langkah
positif dalam hubungan dengan negara-negara yang merupakan "musuh
tradisional Rusia Uni Soviet mengambil langkah inisiatif bagi perbaikan
hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat.[30]
Hubungan bilateral Soviet - AS diarahkan bagi
penghapusan perlombaan senjata seperti
Perjanjian penghapusan rudal jarak menengah dan jarak jauh (1987) dan
pengurangan serta pembatasan senjata strategis pemusnah massal (1991). Dengan masyarakat Eropa Uni Soviet juga
menandatangani perjanjian tentang senjata konvensional (1990). Arah kebijakan
baru ini tentu membawa angin segar bagi hububungan Soviet dengan negara-negara
Barat. Rusia yang selama ini dicap sebagai "Imperium Setan:, dianggap
telah memunculkan wajah baru yang ramah pada masa kepemimpinan Gorbachev.[31]
Implikasi lainnya adalah berkurangnya porsi
perhatian Moskow terhadap pakta Warshawa menjadi berkurang akibat berkurangnya
dukungan politis dari Kermlin. Hal ini pada gilirannya mendorong secara
dramatis kehancuran Pakta Warshawa sebagi kekuatan penyeimbang NATO.
Glasnost, Perestorika dan Pecahnya USSR
Kebijakan Glasnost dan Perestorika yang
dijalankan pemerintah Gorbachev ternyata membawa pengaruh bagi semakin
menguatnya gerakan separatisme, akibat semangat keterbukaan dan demokratisasi
yang menjadi inti dari kebijakan tersebut. Berbagai konflik antar etnis yang
selama ini tersembunyi mulai muncul menjadi konflik terbuka. Ketidak mampuan
pemerintah pusat dalam menangani masalah ekonomi juga semakin mendorong ketidak
puasan di republik-republik konstituen Uni Soviet dan akhirnya mendorong
munculnya kekuatan oposisi yang menyuarakan ide-ide separatisme.[32]
Di Ukraina umncul gerakan "Ruh: di
Lithuania muncul "Syudis" dan sebagainya menjadi pusat-puasat
kemerdekaan republik-republik terhadap kekuasaan pusat. Pada 1986 terjadi
demonstrasi besar-besaran di Alma-ata (Kazakhstan) menentang Rusifikas. Pada
tahun 1988 terjadi konflik bersenjata antara Aarmenia dengan Azerbaijan dalam
perebutan Nagorno-Karabakh.
Situasi krusial yang dihadapi Mikail
Gorbachev disikapi dengan mengundang para pemimpin republik Soviet dalam
pertemuan di Novo-Ogaryov. Dalam pertemuan tersebut disepakati perlunya
pembaharuan "perjanjian" yang mengikat persatuan bangsa-bangsa yang
terbagung dalam Uni Soviet dan ketika terjadi upaya penandatanganan pilar
penyangga eksistensi Uni Soviet terjadi aksi penyanderaan dan kudeta yang
dilakukan orang-orang dekat Gorbachev sendiri. Pada tanggal 18 Agustus
Gorbachev diisiolir ke rumah peristirahatannya sehingga akses menujut Moskow
terputus sementara keesikan harinya disiarkan "Maklumat Pemmpin Uni
Soviet" yang mengungumkan tentang pemberhentiannya dari jabatan presiden
karena alasan kesehatan dan diberkan mandat kepada Wapres Gennady Yanaev dan
dibentuk Komite Nagara unduk Keadaan Darurat.[33]
Namun Kudeta tersebut mendapat perlawanan dan
pemimpin RSFSR dan kemudian berhasli menggagalkan kudeta. Tanggal 22 Agustus
Gorbachev kembali ke Moskow dan para tokoh berhasil ditangkap. Namun tekanan
terus berlanjut dan lewat pertemuan rahasia pada tanggal 8 Desember yang
dihadiri Pemimpin tiga negara Bagian Boris Yeltsin (RSFSR), Leonid Kravchuk
(Ukraina), dan S. Shunshkevich (Belarus, SSR)di Balevezhskaya Pushca,
diumumkanlah berakhirnya Uni Soviet dan negara-negara bekas konstituennya
membentuk persemakmuran negara-negara merdeka yang dikenal dengan istilah CIS
(Commonwealth of Independence States).Gorbachev secara resmi mengundurkan diri
pada 25 Desember 1991 dan secara otomasits mengakhiri eksistensi Uni Soviet.
RSFSR kemudian menjadi Rusia adalah kepingan terbesar bekas negara adikuasa
tersebut yang sekaligus memiliki hak wars kebesaran Uni Soviet.[34]
Dengan gagalnya komunisme baik secara politis
maupun secara ekonomis di era 1990-an alternatif yang tadinya disajikan oleh
dunia komuns telah kehilangan pamornya terutama di Eropa Timur. Negara-negara
di Eropa Timur dibidang ekonomi mulai berorientasi pada pasar bebas dan di
bidang politik secara berangsur-angsur mencari sistem politik baru yang
cenderung mirip dengan apa yang terdapat di negara barat.[35]
Kesimpulan
Politik Luar Negeri USSR mengalami perjalanan
yang penuh dinamika dan turbulensi yang bertautan dengan pergantian Rezim
“besar” pemerintahan USSR itu sendiri, mulai dari Era Stalin yang begitu
“tertutup” kemudian berubah 1800 di Era Khruschev dan Kembali lagi kepemikiran
“konservatif” era awal USSR dalam pemerintaham Breznev namun tetap tidak
menjadikan “wajah” USSR yang lebih baik, hingga akhirnya presiden terakhir USSR
Gorbachev membuka lagi USSR dengan kebijakannya yang terkenal yaitu Glasnost
dan Perestorika yang memiliki dampak besar bukan hanya bagi Uni Soviet namun
seluruh Dunia.
Daftar Pustaka
Downing, Stephane,
Holocaust Fakta atau Fiksi? (MedPress, 2007)
Fahrurodji, A., Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar
Sejarah dan Latar Belakang Budayanya, (Yayasan Obor Indonesia,2005)
Kort,
Michael. A Brief History Of Russia. New York: Facts On File, Inc. 2008
Rudy,
T. May, Hubungan internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global (PT
Refika Aditama,2003)
Saragih, Simon, Bangkitnya Rusia Peran Putin
dan Eks KGB, (PT Kompas Media Nusantara, 2008)
Sitepu, P. Anthonius, Studi Hubungan Internasional,
(Graha Ilmu, 2011)
[1] A.
Fahrurodji, Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar Sejarah dan Latar Belakang
Budayanya, (Yayasan Obor Indonesia,2005) hlm.137-138.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4]A.
Fahrurodji, op. cit. hlm. 140.
[5] P.
Anthonius Sitepu, Studi Hubungan Internasional, (Graha Ilmu, 2011) hlm 178.
[6]A.
Fahrurodji, op. cithlm. 144
[7]A.
Fahrurodji, op. cit hlm. 155
[8]A.
Fahrurodji, op. cit164.
[9]
Simon Saragih, Bangkitnya Rusia Peran Putin dan Eks KGB, (PT Kompas Media
Nusantara, 2008) hlm. 87.
[10]
A. Fahrurodji, Rusia Baru Menuju Demokrasi Pengantar Sejarah dan Latar Belakang
Budayanya, (Yayasan Obor Indonesia,2005) hlm.148.
[11]A.
Fahrurodji, op. citHlm. 152
[12]Ibid. Hlm. 164.
[13]
P. Anthonius Sitepu, op.cit Hlm. 159-160
[14]A.
Fahrurodji, op. cithlm.164.
[15]Ibid. hlm. 153
[16]Ibid.
[17]Ibid. hlm. 167
[18]
Stephane Downing, Holocaust Fakta atau Fiks?i (MedPress,2007) Hlm. 148
[19]Kort,
Michael. A Brief History Of Russia. (New York: Facts On File, Inc. 2008 ) hlm.
209.
[20]A.
Fahrurodji, op. cithlm. 169
[21]Ibid.. hlm 171
[22]
Stephane Downing, opt. cit hlm. 149
[23]A.
Fahrurodji, op. cit. hlm 171
[24]
Ibid. hlm. 173.
[25]Ibid.
[26]Ibid.
[27][27]Kort,
Michael, op. cit hlm. 224.
[28]A.
Fahrurodji, op. cithlm. 175-176.
[29] Ibid. hlm. 181.
[30]Ibid. hlm. 182.
[31]Ibid hlm. 183
[32]Ibidhlm. 184
[33]Ibid. hlm. 186
[34]Ibid. hlm. 187
[35]
T. May Rudy, Hubungan internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global(PT
Refika Aditama,2003) hlm. 51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar