Kamis, 26 Februari 2015

Pro dan Kontra Eksekusi Bali Nine


Tugas Politik dan Pemerintahan Australia


Hukuman mati terhadap kasus Bali Nine terus menuai pro dan kontra dari berbagai pihak Kasus dimulai dari sembilan orang penyelundup narkotika yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali dalam usaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia. Anggota Bali Nine asal Australia tersebut adalah Scott Anthony Rush, Myuran Sukumaran, Andrew Chan, Renae Lawrence, Tan Duc Tanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Mathew James Norman, Michael William Czugaj, dan Martin Eric Stephen.1
Setelah melalui pengadilan panjang, kini yang menjadi berita besar, dua orang diputuskan akan segera dieksekusi tembak mati. Keduanya adalah Andrew Chan, disebut sebagai God Father dan Myuran Sukumaran. Pada tanggal 10 Desember 2014 Presiden Jokowi menyatakan dalam pidatonya bahwa ia tidak akan menyetujui setiap permintaan keringanan karena pelanggaran narkoba. Tanggal 30 Desember 2014, permohonan Sukumaran untuk grasi ditolak, sementara permohonan grasi dari  Chan  ditolak pada tanggal 22 Januari 2015. Kedua terpidana itu kini ditahan di lapas Kerobokan Bali. Menurut informasi keduanya akan dipindahkan ke Nusakambangan.2
Keputusan untuk mengeksekusi 2 terpidana mati menurut saya adalah langkah yang tepat mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh Narkoba apa lagi dalam jumlah yang sangat banyak sehingga tidak salah jika mereka dikatakan aktor utama dalam penyebaran Narkoba di Indonesia dan sepatutnya dalam hal ini agar menjadi efek jera bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Pemerintah Australia terus berupaya mencampuri kedaulatan hukum di Indonesia untuk mengganjal pelaksanaan eksekusi terhadap dua warga negaranya yang menjadi terpidana mati kasus narkoba di Bali, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Tak tanggung-tanggung, kali ini Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, Ban Ki-moon meminta Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi untuk membatalkan pelaksanaan eksekusi mati gembong narkoba ‘Bali Nine’.3
Mengenai permintaan tersebut menurut saya hanya dimaksudkan PBB sebagai bahan pertimbangan namun seharusnya PBB mengargai keputusan Indonesia sebagai negara berdaulat yang memiliki yuridiksi sehingga hal ini murni adalah penegakan hukum apalagi hal ini menyangkut narkoba yang sangat berbahaya dan termasuk kejahatan luar biasa dimana mengancam generasi penerus bangsa ini.


Pro dan kontra dalam pengeksekusian tersebut terjadi baik didalam dan luar negeri terutama Australia Jajak pendapat yang dilakukan lembaga riset Australia, Roy Morgan, memperlihatkan bahwa mayoritas publik Australia, menilai mereka yang divonis mati terkait perdagangan narkotika di negara lain harus dieksekusi.
Mayoritas lebih besar atau sekitar 62 persen, menganggap pemerintah Australia tidak perlu bertindak lebih banyak untuk menghentikan eksekusi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Hanya 38 persen yang berpendapat sebaliknya. Jajak pendapat dilakukan dengan responden sebanyak 2.123 orang antara 23-27 Januari 2015. Hasil analisa atas jajak pendapat, mengungkap bahwa 63 persen pemilih Liberal dan 69 persen nasionalis mendukung eksekusi mati. Terkait dengan penanganan pemerintah dalam menanggapi eksekusi mati dua gembong Bali Nine, secara umum responden berpikir pemerintah Australia tidak perlu melakukan tindakan lebih besar untuk menghentikan eksekusi.4
Namun Menlu Australia Julie Bishop  justru kembali mendesak orang Australia (Aussie) untuk turut serta dalam gerakan memboikot Bali. Gerakan itu harus dilakukan, menurut Bishop, sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Indonesia yang tetap bersikeras akan mengeksekusi dua Aussie terpidana mati kasus narkoba, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.5
                Dengan demikian Indonesia harus tegas, bila kasus bom bali dulu berakhir dengan eksekusi mati apa bedanya dengan penyelundupan narkoba sebagaimana diketahui 5 juta rakyat Indonesia menjadi kobrban penyalah gunaan narkoba.6 Saya yakin terkait hukuman mati yang diberlakukan Indonesia ini Australia dan Masyarakat Internasional pada umumnya akan mengerti akan hal ini disamping juga adanya dugaan bahwa ada isu penarikan simpati untuk pemilihan di Ausralia dan semoga adanya eksekusi ini dapat mengurangi atau membuat efek jera demi memberantas peredaran narkoba untuk menyelamatkan anak bangsa.

refrensi

 1
Prayitno Remelan. 2015 “Waspadai Kemungkinan Langkah Ekstrem Australia Terkait Eksekusi Mati “
(On-Line) Kompasiana Web. Acessed February 23, 2015
http://polhukam.kompasiana.com/hankam/2015/02/19/waspadai-kemungkinan-langkah-ekstrem-
australia-terkait-eksekusi-mati--702617.html.
2
Ibid.
3
Globalindo.co. 2015 “Eksekusi Mati Gembong Narkoba, Kemenlu Tak Gubris Intervensi Sekjen PBB” (On-
Line) Globalindo Web.Acessed February 23, 2015 http://www.globalindo.co/2015/02/15/eksekusi-mati-
gembong-narkoba-kemenlu-tak-gubris-intervensi-sekjen-pbb.
4
Kabarpapua.net 2015. ”Kasus Bali Nine, Mayoritas Warga Australia Dukung Eksekusi Mati Warganya”
(On-Line), Kabarpapua.net Web Acessed February 23, 2015
http://www.kabarpapua.net/2015/01/kasus-bali-nine-mayoritas-warga.html. 
5
Kompasiana 2015.” Kalau Boikot Bali, Aussie juga Harus Boikot Texas” ( On-Line) Kompasiana Web.
Acessed February 23, 2015
http://politik.kompasiana.com/2015/02/20/kalau-boikot-bali-aussie-juga-
harus-boikot-texas-702833.html.
6
UNS 2015. “Pengguna Narkoba Bukan Pelaku Kejahatan” (On-Line), uns.ac.id Web. Acessed February
23, 2015 http://uns.ac.id/id/uns-research/pengguna-narkoba-bukan-pelaku-kejahatan.html.


 



 x_x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar