Kamis, 09 Juli 2015

Mengenal Hasan Al Banna & Pemikirannya [part2]






Ikhwanul Muslim sebagai Oposisi di Mesir


Ikhwanul Muslimin adalah kelompok oposisi tertua dan terbesar di Mesir. Ikhwanul mendapat dukungan luas di kalangan kelas menengah Mesir, dan anggotanya mengontrol banyak organisasi profesional negara itu. Sampai tahun 2011, Ikhwanul Muslimin dianggap ilegal karena undang-undang Mesir melarang semua partai berdasarkan agama. Namun, pada Desember tahun itu, partai politik dari Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan nama Partai Kebebasan dan Keadilan mendominasi dan memenangkan sekitar setengah kursi yang diperebutkan di parlemen. Kelompok itu awalnya tidak mengajukan calon presiden. Namun akhirnya Muhammad Mursi tampil dan terpilih sebagai presiden dalam pemilihan secara demokratis pertama di Mesir. Mursi berkuasa pada 30 Juni 2012 tetapi sejak itu pula popularitasnya terjerembab. [12]
Pemerintahannya gagal menjaga ketertiban saat ekonomi ambruk dan kejahatan melonjak, termasuk serangkaian serangan seksual terbuka terhadap perempuan di jalan-jalan Mesir. Kekacauan itu pun mengusir banyak wisatawan dan investor dari negara itu. Hal ini adalah sangat wajar karena Mursi mengambil posisi yang sangat sulit karena menanggung beban akumulasi kebobrokan selama 30 tahun dari rezim sebelumnya. Mustahil kiranya bagi siapapun untuk memulihkan kurang dari 1 tahun.


Ikwhanul Muslim di Indonesia


Ikhwanul Muslimin memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan Ikhwanul Muslimin, negara Mesir (masih dalam status belum sepenuhnya merdeka - en:Unilateral Declaration of Egyptian Independence, Mesir merdeka penuh dari Inggris pada tanggal 18 Juni 1953) menjadi negara pertama yang mengakui secara de facto (bukan de jure) kemerdekaan Republik Indonesia, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hal ini akhirnya diikuti oleh beberapa negara dengan status seperti Mesir dan akhirnya Vatican sebagai negara berdaulat penuh yang pertama mengakui Indonesia. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia. Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi[13].


Partai Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya. Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai yang menggunakan nama Masyumi, yaitu Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPII Masyumi). Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau kelompok Tarbiyah. PBB mendeklarasikan partainya sebagai keluarga besar pendukung Masyumi[14]. Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan (kini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya . Namun tulisan ulama yang kini bermukim di Qatar itu belum pernah mendapat konfirmasi.



Pemikirian dan  Konsepsi Politik menurut Hasan Al-Banna (Ikhwanul Muslimin).


Hasan Al Banna terkenal dengan pemikiran politiknya Di setiap tempat selalu ada pemikir dalam bidang politik dalam skala yang berbeda. Dalam skala Timur Tengah, pemikiran politik dari Mesir Kuno hingga Mesir Modern memiliki pengaruh bagi wilayah, bahkan lintas daerah. Di Mesir, menurut Yusuf al-Qaradhawi, sebelum adanya dakwah Hasan al-Banna dan lembaga pendidikan yang beliau dirikan, aspek politik tidak mendapatkan perhatian sama sekali oleh masyarakat Islam. Dari sini kemudian terjadi dikotomi antara seorang agamis dan seorang politisi. “Seorang agamis,” tulis ulama yang kini bermukim di Qatar itu, “dilarang berkecimpung dalam masalah politik,” sebaliknya juga, “seorang politisi dilarang berkecimpung dalam masalah agama.”[15]

 
Hasan Al-Banna (Mursyid ‘Aam pertama jamaah ikhwan) pernah memaparkan konsepsi politik ketika berbicara mengenai hubungan antara Islam dengan politik dan sikap seorang muslim terhadapnya. Beliau berpendapat bahwa:  “ politik adalah hal yang memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat. Ia memiliki dua sisi: internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan sisi internal politik adalah “mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan. Sedangkan yang dimaksud dengan sisi eksternal politik adalah “ memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.[16]


Hasan Al-Banna, dengan gamblang mengaitkan antara aqidah dan aktivitas politik. Ia berkata, “ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh kedepan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsanya.[17]


Selanjutnya, Hasan Al-Banna mengatakan,“Sesungguhnya kami adalah politikus dalam arti bahwa kami memberikan perhatian kepada persolan-persoalan bangsa kami, dan kami bekerja dalam rangka mewujudkan kebebasan seutuhnya.” Definisi ini dipandang sebagai definisi politik transformatif (berorientasi kepada perubahan) dan lebih luas dibandingkan dengan definisi politik prespektif modern yang hanya memfokuskan kepada aktivitas struktur-struktur organisasi politik maupun pelaku politik.


Karenanya, menurut ikhwan, politik adalah upaya memikirkan persoalan internal dan eksternal umat, memberikan perhatian kepadanya, dan bekerja demi kebaikan seluruhnya. Ia berkaitan dengan aqidah dan akhlak serta bertujuan untuk melakukan perubahan. Di dalam risalah pergerakan ikhwanul muslimin hasan al-banna memaparkan bahwa “ Sesungguhnya dalam Islam ada politik, namun politik yang padanya terletak kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah politik kami.”[18]



Pemikiran politik Hasan al-Banna, setidaknya ada empat hal, yaitu: ‘Urubah (Arabisme), Wathaniyah (Patriotisme), Qaumiyah (Nasionalisme), dan ‘Alamiyah (Internasionalisme) 
a.      Urubah (Arabisme)


Arabisme memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti dalam dakwah Hasan al-Banna. Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali menerima kedatangan Islam. Dia juga merupakan bahwa yang terpilih. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, “Jika bangsa Arab hina, maka hina pulalah Islam.” Arabisme menurut al-Banna adalah kesatuan bahasa. Ia berkata dalam Muktamar Kelima Ikhwan,“…Bahwa Ikhwanul Muslimin memaknai kata al-‘Urubah (Arabisme) sebagaimana yang diperkenalkan Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Mu’adz bin Jabal ra, ”Ingatlah! Sesungguhnya Arab itu adalah sebuah bahasa. 


Dalam riwayat Ibnu Asakir, dengan sanad dari Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan itu satu, bapak itu satu, dan agama itu satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu sebagai bapak atau ibu. Sesungguhnya, Arab itu adalah lisan (bahasa), maka barangsiapa yang berbicara dengan bahasa Arab, dia adalah orang Arab.” Dalam hadits ini, tulis Hasan al-Banna, kita mengetahui bahwa bangsa-bangsa Arab yang membentang dari Teluk Persi sampai Maroko dan Mauritania di Lautan Atlantik, semuanya adalah bangsa Arab. Mereka dihimpun oleh akidah serta dipersatukan oleh bahasa dan teritorial yang satu. Tidak ada yang memisahkan bahkan tak ada juga yang membatasinya. Atas dasar ini, menurut Abdul Hamid al-Ghazali, dalam bukunya Meretas Jalan Kebangkitan Islam, kita dapat menyimpulkan beberapa unsur dari pemikiran al-Banna bahwa berbangga dengan Arabisme tidak termasuk fanatisme dan tidak berarti merendahkan pihak lain.[19]


b.      Wathaniyah (Patriotisme)


Ada banyak definisi tentang patriotisme. Bisa disebut sebagai kecintaan seseorang  yang mendalam terhadap bangsa, negara serta tanah air. Dalam memaknai Wathaniyah (patriotisme), ada tiga arti yang dikemukakan oleh Hasan al-Banna, yaitu:
1.      Patriotisme Kerinduan (Cinta Tanah Air).
Al-Banna berkata: “Jika yang dimaksud dengan patriotisme oleh para penyerunya adalah cinta negeri ini, keterikatan padanya, kerinduan padanya, dan ikatan emosional dengannya, maka hal itu sudah tertanam secara alami dalam fitrah manusia di satu sisi, dan dianjurkan Islam di sisi lainnya.”

2.      Patriotisme Kemerdekaan dan Kehormatan (Kemerdekaan Negeri).
Al-Banna berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan patriotisme adalah keharusan berjuang untuk membebaskan tanah air dari cengkeraman perampok imperialis, menyempurnakan kemerdekaannya, dan menanamkan kehormatan diri dan kebebasan dalam jiwa putra-putra bangsa, maka kami sepakat dengan mereka tentang itu.”

3.      Patriotisme Kebangsaan (Kesatuan Bangsa).
Al-Banna berkata: “Jika yang mereka maksudkan dengan patriotisme adalah mempererat ikatan antara anggota masyarakat suatu Negara dan membimbingnya ke arah memberdayakan ikatan itu untuk kepentingan bersama, maka kami pun sepakat”. Patriotisme juga memiliki prinsip di mata Hasan al-Banna. Ia mengatakan: “Suatu kekeliruan bagi orang-orang yang menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin berputus asa terhadap kondisi negeri dan tanah airnya. Sesungguhnya kaum Muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi negara, habis-habisan berkhidmat untuknya, dan menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya. Adapun tentang patriotisme Ikhwanul Muslimin, cukuplah bahwa mereka menyakini dengan kukuh bahwa sikap acuh terhadap sejengkal tanah yang ditinggali seorang muslim yang terampas merupakan tindakan kriminal yang tidak terampuni, hingga dapat mengembalikannya atau hancur dalam mempertahankannya. Al-Banna juga mengkiritik pandangan tentang patriotisme yang hanya berpikir untuk membebaskan regionalnya saja. Seperti dalam kasus masyarakat Barat yang lebih cenderung pada pembangunan unsur fisik dalam tatanan kehidupannya, ini tidak dikehendaki oleh Islam. Adapun kami, kata beliau, “kami percaya bahwa di pundak setiap muslim terpikul amanah besar untuk mengorbankan seluruh jiwa, darah, dan hartanya demi membimbing umat manusia menuju cahaya Islam.” Dari sini, kita mendapatkan gambaran bahwa tujuan hidup seorang muslim tidaklah hanya dibatasi oleh daerah tertentu, akan tetapi dalam skala yang lebih luas.             



c.       Qaumiyah (Nasionalisme)
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.[20]
Menurut Hasan al-Banna ada tiga unsur nasionalisme, yaitu: nasionalisme kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata tidak pada nasionalisme yang bersifat  jahiliyah.
Tentang nasionalisme kejayaan, Al-Banna mendukung nasionalisme yang berarti bahwa generasi penerus harus mengikuti jejak para pendahulunya dalam mencapai kejayaannya. Ini adalah maksud yang baik, menurutnya dan mendukung. Hal ini sejalan dengan sabda Rasululllah Saw yang berbunyi,
“Manusia seperti tambang. Yang terbaik di antara mereka di masa jahiliahnya adalah juga yang terbaik di masa Islam, jika mereka memahami.”  Menurutnya, jika yang dimaksud dengan nasionalisme adalah anggapan bahwa suatu kelompok etnis atau sebuah komunitas masyarakat adalah pihak yang paling berhak memperoleh kebaikan-kebaikan yang merupakan hasil perjuangannya, maka ia benar adanya. Jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme adalah bahwa setiap kita dituntut untuk bekerja dan berjuang, bahwa setiap kelompok harus mewujudkan tujuannya hingga kita bertemu dengan izin Allah di medan kemenangan, maka inilah pengelompokan terbaik. tolak ukur terbaik menurut al-Banna bersumber dari hadits Nabi: “Orang muslim itu saudara muslim yang lain.” Sedangkan sabdanya yang lain mengatakan: ”Orang-orang muslim itu satu darah, orang-orang yang berada di atas bekerja untuk menyantuni yang lain, dan mereka bersatu untuk melawan musuhnya.” Ini berarti bahwa nasionalisme Islam tidak terbatas pada satu negara saja, tetapi melingkupi negara secara luas.


d.
       ‘Alamiyah (Internasionalisme)
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat 107: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [21] Jika internasionalisme diterjemahkan dengan “Pemerintahan Dunia”, maka pengertiannya yang bisa diberikan adalah “Sebuah kesatuan  pemerintahan dengan otoritas mencakup planet Bumi. Tidak pernah ada satu Pemerintahan Dunia yang pernah terjadi sebelumnya, meskipun kerajaan besar dan superpower telah mendapatkan tingkatan kekuasaan yang mirip. Contoh sejarah telah dihambat oleh kenyataan bahwa komunikasi dan perjalanan yang tak memungkinkan membuat organisasi dunia ini tidak terjadi. Beberapa internasionalis mencari pembentukan pemerintahan dunia sebagai cara mendapatkan kebebasan dan sebuah peraturan hukum di seluruh dunia. Beberapa orang khawatir bahwa pemerintah dunia harus dapat menghormati keragaman negara atau manusia yang tercakup di dalamnya.

 Dan di sisi lain memandang ide ini sebagai sebuah kemungkinan mimpi buruk, dalam dunia yang kacau pemerintah berusaha menciptakan negara totalitarian yang tak berakhir tanpa ada kemungkinan untuk kabur atau revolusi
Internasionalisme menurut Hasan al-Banna inheren dalam Islam,  karena Islam adalah agama yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. “Adapun dakwah kita disebut internasional, karena ia ditujukan kepada seluruh umat manusia. Manusia pada dasarnya bersaudara; asal mereka satu, bapak mereka satu, dan nasab mereka pun satu. Tidak ada keutamaan selain karena takwa dan karena amal yang dipersembahkannya, meliputi kebaikan dan keutamaan yang dapat dirasakan semuanya,”

Konsep internasionalisme merupakan lingkaran terakhir dari proyek politik al-Banna dalam program ishlahul ummah (perbaikan umat). Dunia, tidak bisa tidak, bergerak mengarah ke sana. Persatuan antar bangsa, perhimpunan antar suku dan ras, bersatunya sesama pihak yang lemah untuk memperoleh kekuatan, dan bergabungnya mereka yang terpisah untuk mendapatkan hangatnya persatuan, semua itu merupakan pengantar menuju terwujudnya kepemimpinan prinsip internasionalisme untuk menggantikan pemikiran rasialisme dan kesukuan yang diyakini umat manusia sebelum ini. Dahulu memang harus meyakini ini untuk menghimpun unsur-unsur dasar, lalu harus dilepaskan kemudian untuk menggabungkan berbagai kelompok besar, setelah itu terwujudlah kesatuan total di akhirnya. Langkah ini, menurutnya memang terkesan lambat, akan tetapi  memang harus terjadi.

Untuk mewujudkan konsep ini juga Islam telah menyodorkan sebuah penyelesaian yang jelas bagi masyarakat untuk keluar dari lingkaran masalah seperti ini. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengajak kepada kesatuan akidah, kemudian mewujudkan kesatuan amal. Hal ini sejalan dengan ayat dalam al-Qur’an surat Asyura 13:Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku Maka utuslah (Jibril) kepada Harun.[22] Maksudnya: agar Harun itu diangkat menjadi Rasul untuk membantunya.
Dalam Risalah Pergerakan, Hasan al-Banna berharap pada negerinya yaitu Mesir yang mendukung upaya dakwah Islamiyah, menyatukan seluruh bangsa Arab untuk kemudian melindungi seluruh kaum muslimin di penjuru bumi. Namun, harapan ini tetaplah belum membuahkan hasil maksimal karena sejak Hasan al-Banna wafat sampai sekarang Mesir belum menjadi sentrum dari kesatuan umat Islam sedunia. Malah, pada beberapa kasus, seperti masalah invasi Israel ke Gaza Palestina (2009), Mesir banyak mendapat kecaman karena tidak kooperatif dengan aktivis pergerakan Islam namun dekat dan bahkan pada titik tertentu, mendapatkan intervensi dari Barat. 


C.      Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah Hasan Al Banna sebagai  tokoh yang luar biasa sudah ditempa dan terlihat sejak kecil kemduian seiring waktu orientasi keislamannya semakin kuat dan berpengaruh lewat organisasi Ikhwanul Muslim yang didiraknnya dan dalam  konsep pemikiran Hasan Al Banna adalah pemikiran yang integratif seperti pemikir-pemikir Islam klasik yang memandang Islam sebagai ajaran universal sudah tentu mengatur segala aspek termasuk politik dan  bernegara meskipun organsisasi ini “ilegal” di Mesir sendiri namun dengan segala tekanan Ikhwan dapat bertahan bahkan memenangkan Pemilu. Ikhwanul Muslim juga berjasa bagi Indonesia karena atas desakan merekalah Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia.  Konsep pemikiran beliau memadukan Arabisme yang digunakan sebagai pemersatu, Wathaniyah sebagai pembangkit jiwa patriot dipadu nasionalisme (qumiyah) demi memperjuangkan tentu dengan tujuan persaudaraan universal lewat Internasionalisme (Alamiyah) dengan landasan Islam sebagai rahmatan lil’alamin
















Daftar Pustaka


Abdul Hamid al-Ghazali,  . Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan al-Banna (Haula Asasiyat al-Masyru’ al-Islami Linahdhah al-Ummah—terj. Wahid Ahmadi & Jasiman). Solo: Era Intermedia
Kompas 2013. “Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir” Kompas.com Web. Acessed April 26, 2015 http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir.
Miftahul Khairani  Hassan al Bana” Academia.edu Web. Acessed April 25, 2015 http://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana.

Pamela Maher Wijaya “Pemikiran Politik Hasan AL-Banna” Wordpress.com Web. Acessed April 25, 2015 https://jurnalpamel.wordpress.com/politik-islam/pemikiran-politik-hasan-al-banna.
Program The Holy Qur’an
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia), ( Ciputat: Quantum Teaching, 2005),

Utsman Abdul Mu’iz Ruslan,DR, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis Evaluatif terhadap
Proses Pendidikan Politik Ikhwan untuk para Anggota khususnya dan seluruh Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928 hingga 1945. (Solo :Era Intermedia, 2000),hal 72.
Wikipedia 2015  “Hasan al-Banna”  http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna Web. Acessed April 25, 2015.

Wikipedia 2015 “Ikhwanul Mulim” Web. Acessed April 25, 2015 http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin.

Yusuf Al-Qaradhawi. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin (at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Madrasah Hasan al-Banna—terj. Ghazali Mukri). Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1992
Zahirzainudin “Hasan Al Banna tokoh pembeharu islam” Web. Acessed April 25, 2015. http://zahirzainudin.blogspot.com/2009/09/hasan-al-banna-tokoh-pembaharu-islam.html.




[1] Wikipedia 2015  “Hasan al-Banna”  http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna Web. Acessed April 25, 2015

[2] Wikipedia 2015  “Hasan al-Banna”  http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna Web. Acessed April 25, 2015.
[3]Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia), ( Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 86

[4] Miftahul Khairani  Hassan al Bana” Academia.edu Web. Acessed April 25, 2015 http://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Wikipedia 2015 “Ikhwanul Mulim” Web. Acessed April 25, 2015 http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin.
[8] Miftahul Khairani  Hassan al Bana” Academia.edu Web. Acessed April 25, 2015 http://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Zahirzainudin “Hasan Al Banna tokoh pembeharu islam” Web. Acessed April 25, 2015. http://zahirzainudin.blogspot.com/2009/09/hasan-al-banna-tokoh-pembaharu-islam.html.

[12] Kompas 2013. “Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir” Kompas.com Web. Acessed April 26, 2015 http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir.
[13]Wikipedia 2015 “Ikhwanul Mulim” Wikipedia.org Web. Acessed April 26, 2015  http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin.
[14]Ibid.
[15] Yusuf Al-Qaradhawi. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin (at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Madrasah Hasan al-Banna—terj. Ghazali Mukri). Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1992
[16] Utsman Abdul Mu’iz Ruslan,DR, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis Evaluatif terhadap Proses Pendidikan Politik Ikhwan untuk para Anggota khususnya dan seluruh Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928 hingga 1945. (Solo :Era Intermedia, 2000),hal 72
[17] Ibid.
[18] Pamela Maher Wijaya “Pemikiran Politik Hasan AL-Banna” Wordpress.com Web. Acessed April 25, 2015 https://jurnalpamel.wordpress.com/politik-islam/pemikiran-politik-hasan-al-banna.
[19]Abdul Hamid al-Ghazali,  . Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta Pemikiran Hasan al-Banna (Haula Asasiyat al-Masyru’ al-Islami Linahdhah al-Ummah—terj. Wahid Ahmadi & Jasiman). Solo: Era Intermedia

[20] Wikipedia 2015  “Hasan al-Banna”  http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna Web. Acessed April 25, 2015


[21] Program The Holy Qur’an
[22] Program Holy Qur’an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar