Ikhwanul Muslim sebagai Oposisi di Mesir
Ikhwanul
Muslimin adalah kelompok oposisi tertua dan terbesar di Mesir. Ikhwanul
mendapat dukungan luas di kalangan kelas menengah Mesir, dan anggotanya
mengontrol banyak organisasi profesional negara itu. Sampai tahun 2011,
Ikhwanul Muslimin dianggap ilegal karena undang-undang Mesir melarang semua
partai berdasarkan agama. Namun, pada Desember tahun itu, partai politik dari
Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan nama Partai Kebebasan dan Keadilan
mendominasi dan memenangkan sekitar setengah kursi yang diperebutkan di
parlemen. Kelompok itu awalnya tidak mengajukan calon presiden. Namun akhirnya
Muhammad Mursi tampil dan terpilih sebagai presiden dalam pemilihan secara
demokratis pertama di Mesir. Mursi berkuasa pada 30 Juni 2012 tetapi sejak itu
pula popularitasnya terjerembab. [12]
Pemerintahannya
gagal menjaga ketertiban saat ekonomi ambruk dan kejahatan melonjak, termasuk
serangkaian serangan seksual terbuka terhadap perempuan di jalan-jalan Mesir.
Kekacauan itu pun mengusir banyak wisatawan dan investor dari negara itu. Hal
ini adalah sangat wajar karena Mursi mengambil posisi yang sangat sulit karena
menanggung beban akumulasi kebobrokan selama 30 tahun dari rezim sebelumnya.
Mustahil kiranya bagi siapapun untuk memulihkan kurang dari 1 tahun.
Ikwhanul Muslim di Indonesia
Ikhwanul
Muslimin memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia.
Atas desakan Ikhwanul Muslimin, negara Mesir (masih dalam status belum
sepenuhnya merdeka - en:Unilateral Declaration of Egyptian Independence, Mesir
merdeka penuh dari Inggris pada tanggal 18 Juni 1953) menjadi negara pertama
yang mengakui secara de facto (bukan de jure) kemerdekaan Republik Indonesia,
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hal ini akhirnya diikuti oleh
beberapa negara dengan status seperti Mesir dan akhirnya Vatican sebagai negara
berdaulat penuh yang pertama mengakui Indonesia. Dengan demikian, lengkaplah
syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia. Ikhwanul
Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir
mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi[13].
Partai
Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya. Kemudian
pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai yang menggunakan nama Masyumi, yaitu
Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPII Masyumi).
Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan (PK)
yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau kelompok Tarbiyah. PBB
mendeklarasikan partainya sebagai keluarga besar pendukung Masyumi[14].
Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan (kini berganti nama menjadi
Partai Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan tangan dari gerakan
Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan muda
intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya . Namun tulisan
ulama yang kini bermukim di Qatar itu belum pernah mendapat konfirmasi.
Pemikirian dan
Konsepsi Politik menurut Hasan Al-Banna (Ikhwanul
Muslimin).
Hasan Al Banna terkenal dengan pemikiran politiknya Di
setiap tempat selalu ada pemikir dalam bidang politik dalam skala yang berbeda.
Dalam skala Timur Tengah, pemikiran politik dari Mesir Kuno hingga Mesir Modern
memiliki pengaruh bagi wilayah, bahkan lintas daerah. Di Mesir, menurut Yusuf
al-Qaradhawi, sebelum adanya dakwah Hasan al-Banna dan lembaga pendidikan yang
beliau dirikan, aspek politik tidak mendapatkan perhatian sama sekali oleh
masyarakat Islam. Dari sini
kemudian terjadi dikotomi antara seorang agamis dan seorang politisi. “Seorang
agamis,” tulis ulama yang kini bermukim di Qatar itu, “dilarang berkecimpung
dalam masalah politik,” sebaliknya juga, “seorang politisi dilarang
berkecimpung dalam masalah agama.”[15]
Hasan Al-Banna (Mursyid ‘Aam pertama jamaah ikhwan)
pernah memaparkan konsepsi politik ketika berbicara mengenai hubungan antara
Islam dengan politik dan sikap seorang muslim terhadapnya. Beliau berpendapat
bahwa: “ politik adalah hal yang
memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat. Ia
memiliki dua sisi: internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan sisi internal
politik adalah “mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya,
merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa
untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka
melakukan kekeliruan. Sedangkan yang dimaksud dengan sisi eksternal politik
adalah “ memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai
tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta
membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam
urusan-urusannya.[16]
Hasan Al-Banna, dengan gamblang mengaitkan antara aqidah
dan aktivitas politik. Ia berkata, “ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna
keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan
jauh kedepan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya.
Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan
bangsanya.[17]
Selanjutnya, Hasan Al-Banna mengatakan,“Sesungguhnya kami
adalah politikus dalam arti bahwa kami memberikan perhatian kepada
persolan-persoalan bangsa kami, dan kami bekerja dalam rangka mewujudkan
kebebasan seutuhnya.” Definisi ini dipandang sebagai definisi politik
transformatif (berorientasi kepada perubahan) dan lebih luas dibandingkan
dengan definisi politik prespektif modern yang hanya memfokuskan kepada
aktivitas struktur-struktur organisasi politik maupun pelaku politik.
Karenanya, menurut ikhwan, politik adalah upaya
memikirkan persoalan internal dan eksternal umat, memberikan perhatian
kepadanya, dan bekerja demi kebaikan seluruhnya. Ia berkaitan dengan aqidah dan
akhlak serta bertujuan untuk melakukan perubahan.
Di dalam risalah pergerakan ikhwanul muslimin hasan
al-banna memaparkan bahwa “ Sesungguhnya dalam Islam ada politik, namun politik
yang padanya terletak kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah politik kami.”[18]
Pemikiran politik Hasan al-Banna, setidaknya ada empat
hal, yaitu: ‘Urubah (Arabisme), Wathaniyah (Patriotisme), Qaumiyah
(Nasionalisme), dan ‘Alamiyah (Internasionalisme)
a.
Urubah
(Arabisme)
Arabisme
memiliki tempat tersendiri dan peran yang berarti dalam dakwah Hasan al-Banna.
Bangsa Arab adalah bangsa yang pertama kali menerima kedatangan Islam. Dia juga
merupakan bahwa yang terpilih. Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan oleh
Rasulullah Saw, “Jika bangsa Arab hina, maka hina pulalah Islam.” Arabisme
menurut al-Banna adalah kesatuan bahasa. Ia berkata dalam Muktamar Kelima Ikhwan,“…Bahwa
Ikhwanul Muslimin memaknai kata al-‘Urubah (Arabisme) sebagaimana yang
diperkenalkan Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Mu’adz bin
Jabal ra, ”Ingatlah! Sesungguhnya Arab itu adalah sebuah bahasa.
Dalam riwayat
Ibnu Asakir, dengan sanad dari Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan itu satu, bapak itu satu, dan agama itu
satu. Bukanlah Arab di kalangan kamu itu sebagai bapak atau ibu. Sesungguhnya,
Arab itu adalah lisan (bahasa), maka barangsiapa yang berbicara dengan bahasa
Arab, dia adalah orang Arab.” Dalam hadits ini, tulis Hasan al-Banna, kita mengetahui
bahwa bangsa-bangsa Arab yang membentang dari Teluk Persi sampai Maroko dan
Mauritania di Lautan Atlantik, semuanya adalah bangsa Arab. Mereka dihimpun oleh akidah serta dipersatukan oleh
bahasa dan teritorial yang satu. Tidak
ada yang memisahkan bahkan tak ada juga yang membatasinya. Atas dasar ini, menurut Abdul Hamid al-Ghazali, dalam
bukunya Meretas Jalan Kebangkitan Islam, kita dapat menyimpulkan
beberapa unsur dari pemikiran al-Banna bahwa berbangga dengan Arabisme tidak
termasuk fanatisme dan tidak berarti merendahkan pihak lain.[19]
b. Wathaniyah
(Patriotisme)
Ada banyak definisi tentang patriotisme. Bisa disebut
sebagai kecintaan seseorang yang
mendalam terhadap bangsa, negara serta tanah air. Dalam memaknai Wathaniyah (patriotisme), ada tiga
arti yang dikemukakan oleh Hasan al-Banna, yaitu:
1.
Patriotisme
Kerinduan (Cinta Tanah Air).
Al-Banna berkata: “Jika yang dimaksud
dengan patriotisme oleh para penyerunya adalah cinta negeri ini, keterikatan
padanya, kerinduan padanya, dan ikatan emosional dengannya, maka hal itu sudah
tertanam secara alami dalam fitrah manusia di satu sisi, dan dianjurkan Islam
di sisi lainnya.”
2.
Patriotisme
Kemerdekaan dan Kehormatan (Kemerdekaan Negeri).
Al-Banna berkata: “Jika yang mereka
maksudkan dengan patriotisme adalah keharusan berjuang untuk membebaskan tanah
air dari cengkeraman perampok imperialis, menyempurnakan kemerdekaannya, dan
menanamkan kehormatan diri dan kebebasan dalam jiwa putra-putra bangsa, maka
kami sepakat dengan mereka tentang itu.”
3.
Patriotisme Kebangsaan
(Kesatuan Bangsa).
Al-Banna berkata: “Jika yang mereka
maksudkan dengan patriotisme adalah mempererat ikatan antara anggota masyarakat
suatu Negara dan membimbingnya ke arah memberdayakan ikatan itu untuk
kepentingan bersama, maka kami pun sepakat”. Patriotisme juga memiliki prinsip
di mata Hasan al-Banna. Ia mengatakan: “Suatu kekeliruan bagi orang-orang yang
menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin berputus asa terhadap kondisi negeri dan
tanah airnya. Sesungguhnya kaum Muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas
berkorban bagi negara, habis-habisan berkhidmat untuknya, dan menghormati siapa
saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya. Adapun tentang
patriotisme Ikhwanul Muslimin, cukuplah bahwa mereka menyakini dengan kukuh
bahwa sikap acuh terhadap sejengkal tanah yang ditinggali seorang muslim yang
terampas merupakan tindakan kriminal yang tidak terampuni, hingga dapat
mengembalikannya atau hancur dalam mempertahankannya. Al-Banna juga mengkiritik pandangan tentang patriotisme
yang hanya berpikir untuk membebaskan regionalnya saja. Seperti dalam kasus
masyarakat Barat yang lebih cenderung pada pembangunan unsur fisik dalam
tatanan kehidupannya, ini tidak dikehendaki oleh Islam. Adapun kami, kata
beliau, “kami percaya bahwa di pundak setiap muslim terpikul amanah besar untuk
mengorbankan seluruh jiwa, darah, dan hartanya demi membimbing umat manusia
menuju cahaya Islam.” Dari sini, kita mendapatkan gambaran bahwa tujuan hidup
seorang muslim tidaklah hanya dibatasi oleh daerah tertentu, akan tetapi dalam
skala yang lebih
luas.
c.
Qaumiyah (Nasionalisme)
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris
"nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia.[20]
Menurut Hasan al-Banna ada tiga unsur nasionalisme,
yaitu: nasionalisme kejayaan, nasionalisme umat, dan berkata tidak pada
nasionalisme yang bersifat jahiliyah.
Tentang nasionalisme kejayaan, Al-Banna mendukung nasionalisme yang berarti bahwa generasi penerus harus mengikuti jejak para pendahulunya dalam mencapai kejayaannya. Ini adalah maksud yang baik, menurutnya dan mendukung. Hal ini sejalan dengan sabda Rasululllah Saw yang berbunyi, “Manusia seperti tambang. Yang terbaik di antara mereka di masa jahiliahnya adalah juga yang terbaik di masa Islam, jika mereka memahami.” Menurutnya, jika yang dimaksud dengan nasionalisme adalah anggapan bahwa suatu kelompok etnis atau sebuah komunitas masyarakat adalah pihak yang paling berhak memperoleh kebaikan-kebaikan yang merupakan hasil perjuangannya, maka ia benar adanya. Jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme adalah bahwa setiap kita dituntut untuk bekerja dan berjuang, bahwa setiap kelompok harus mewujudkan tujuannya hingga kita bertemu dengan izin Allah di medan kemenangan, maka inilah pengelompokan terbaik. tolak ukur terbaik menurut al-Banna bersumber dari hadits Nabi: “Orang muslim itu saudara muslim yang lain.” Sedangkan sabdanya yang lain mengatakan: ”Orang-orang muslim itu satu darah, orang-orang yang berada di atas bekerja untuk menyantuni yang lain, dan mereka bersatu untuk melawan musuhnya.” Ini berarti bahwa nasionalisme Islam tidak terbatas pada satu negara saja, tetapi melingkupi negara secara luas.
Tentang nasionalisme kejayaan, Al-Banna mendukung nasionalisme yang berarti bahwa generasi penerus harus mengikuti jejak para pendahulunya dalam mencapai kejayaannya. Ini adalah maksud yang baik, menurutnya dan mendukung. Hal ini sejalan dengan sabda Rasululllah Saw yang berbunyi, “Manusia seperti tambang. Yang terbaik di antara mereka di masa jahiliahnya adalah juga yang terbaik di masa Islam, jika mereka memahami.” Menurutnya, jika yang dimaksud dengan nasionalisme adalah anggapan bahwa suatu kelompok etnis atau sebuah komunitas masyarakat adalah pihak yang paling berhak memperoleh kebaikan-kebaikan yang merupakan hasil perjuangannya, maka ia benar adanya. Jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme adalah bahwa setiap kita dituntut untuk bekerja dan berjuang, bahwa setiap kelompok harus mewujudkan tujuannya hingga kita bertemu dengan izin Allah di medan kemenangan, maka inilah pengelompokan terbaik. tolak ukur terbaik menurut al-Banna bersumber dari hadits Nabi: “Orang muslim itu saudara muslim yang lain.” Sedangkan sabdanya yang lain mengatakan: ”Orang-orang muslim itu satu darah, orang-orang yang berada di atas bekerja untuk menyantuni yang lain, dan mereka bersatu untuk melawan musuhnya.” Ini berarti bahwa nasionalisme Islam tidak terbatas pada satu negara saja, tetapi melingkupi negara secara luas.
d. ‘Alamiyah (Internasionalisme)
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat
107: “Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [21]
Jika internasionalisme diterjemahkan dengan “Pemerintahan
Dunia”, maka pengertiannya yang bisa diberikan adalah “Sebuah kesatuan
pemerintahan dengan otoritas mencakup planet Bumi. Tidak pernah ada satu
Pemerintahan Dunia yang pernah terjadi sebelumnya, meskipun kerajaan besar dan superpower
telah mendapatkan tingkatan kekuasaan yang mirip. Contoh sejarah telah dihambat oleh kenyataan bahwa
komunikasi dan perjalanan yang tak memungkinkan membuat organisasi dunia ini
tidak terjadi. Beberapa internasionalis mencari pembentukan pemerintahan dunia
sebagai cara mendapatkan kebebasan dan sebuah peraturan hukum di seluruh dunia.
Beberapa orang khawatir bahwa pemerintah dunia harus dapat menghormati
keragaman negara atau manusia yang tercakup di dalamnya.
Dan di sisi lain
memandang ide ini sebagai sebuah kemungkinan mimpi buruk, dalam dunia yang
kacau pemerintah berusaha menciptakan negara totalitarian yang tak berakhir
tanpa ada kemungkinan untuk kabur atau revolusi
Internasionalisme menurut Hasan al-Banna inheren dalam
Islam, karena Islam adalah agama yang
diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. “Adapun dakwah kita disebut
internasional, karena ia ditujukan kepada seluruh umat manusia. Manusia pada
dasarnya bersaudara; asal mereka satu, bapak mereka satu, dan nasab mereka pun
satu. Tidak ada keutamaan selain karena takwa dan karena amal yang
dipersembahkannya, meliputi kebaikan dan keutamaan yang dapat dirasakan
semuanya,”
Konsep internasionalisme merupakan lingkaran terakhir
dari proyek politik al-Banna dalam program ishlahul ummah (perbaikan
umat). Dunia, tidak bisa tidak, bergerak mengarah ke sana. Persatuan antar
bangsa, perhimpunan antar suku dan ras, bersatunya sesama pihak yang lemah
untuk memperoleh kekuatan, dan bergabungnya mereka yang terpisah untuk mendapatkan
hangatnya persatuan, semua itu merupakan pengantar menuju terwujudnya
kepemimpinan prinsip internasionalisme untuk menggantikan pemikiran rasialisme
dan kesukuan yang diyakini umat manusia sebelum ini. Dahulu memang harus
meyakini ini untuk menghimpun unsur-unsur dasar, lalu harus dilepaskan kemudian
untuk menggabungkan berbagai kelompok besar, setelah itu terwujudlah kesatuan
total di akhirnya. Langkah ini, menurutnya memang terkesan lambat, akan
tetapi memang harus terjadi.
Untuk mewujudkan konsep ini juga Islam telah menyodorkan
sebuah penyelesaian yang jelas bagi masyarakat untuk keluar dari lingkaran
masalah seperti ini. Langkah pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengajak
kepada kesatuan akidah, kemudian mewujudkan kesatuan amal. Hal ini sejalan
dengan ayat dalam al-Qur’an surat Asyura 13:
“Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan
tidak lancar lidahku Maka utuslah (Jibril) kepada Harun. ”[22] Maksudnya:
agar Harun itu diangkat menjadi Rasul untuk membantunya.
Dalam
Risalah Pergerakan, Hasan al-Banna berharap pada negerinya yaitu Mesir
yang mendukung upaya dakwah Islamiyah, menyatukan seluruh bangsa Arab untuk
kemudian melindungi seluruh kaum muslimin di penjuru bumi. Namun, harapan ini tetaplah belum membuahkan hasil
maksimal karena sejak Hasan al-Banna wafat sampai sekarang Mesir belum menjadi
sentrum dari kesatuan umat Islam sedunia. Malah, pada beberapa kasus, seperti
masalah invasi Israel ke Gaza Palestina (2009), Mesir banyak mendapat kecaman
karena tidak kooperatif dengan aktivis pergerakan Islam namun dekat dan bahkan
pada titik tertentu, mendapatkan intervensi dari Barat.
C.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari pembahasan ini adalah Hasan Al Banna sebagai tokoh yang luar biasa sudah ditempa dan
terlihat sejak kecil kemduian seiring waktu orientasi keislamannya semakin kuat
dan berpengaruh lewat organisasi Ikhwanul Muslim yang didiraknnya dan dalam konsep pemikiran Hasan Al Banna adalah
pemikiran yang integratif seperti pemikir-pemikir Islam klasik yang memandang
Islam sebagai ajaran universal sudah tentu mengatur segala aspek termasuk
politik dan bernegara meskipun
organsisasi ini “ilegal” di Mesir sendiri namun dengan segala tekanan Ikhwan
dapat bertahan bahkan memenangkan Pemilu. Ikhwanul Muslim juga berjasa bagi
Indonesia karena atas desakan merekalah Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia. Konsep pemikiran beliau memadukan Arabisme
yang digunakan sebagai pemersatu, Wathaniyah sebagai pembangkit jiwa patriot
dipadu nasionalisme (qumiyah) demi memperjuangkan tentu dengan tujuan
persaudaraan universal lewat Internasionalisme (Alamiyah) dengan landasan Islam
sebagai rahmatan lil’alamin
Daftar
Pustaka
Abdul Hamid al-Ghazali, . Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta
Pemikiran Hasan al-Banna (Haula Asasiyat al-Masyru’ al-Islami Linahdhah
al-Ummah—terj. Wahid Ahmadi &
Jasiman). Solo: Era Intermedia
Kompas
2013. “Mursi, Ikhwanul Muslimin dan Harapan Rakyat Mesir” Kompas.com Web.
Acessed April 26, 2015 http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir.
Miftahul
Khairani “Hassan al Bana” Academia.edu
Web. Acessed April 25,
2015 http://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana.
Pamela
Maher Wijaya “Pemikiran Politik Hasan AL-Banna” Wordpress.com Web. Acessed
April 25, 2015 https://jurnalpamel.wordpress.com/politik-islam/pemikiran-politik-hasan-al-banna.
Program
The Holy Qur’an
Ramayulis
dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia Islam dan Indonesia), ( Ciputat: Quantum Teaching, 2005),
Utsman
Abdul Mu’iz Ruslan,DR, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis
Evaluatif terhadap
Proses
Pendidikan Politik Ikhwan untuk para Anggota khususnya dan seluruh Masyarakat
Mesir Umumnya, dari tahun 1928 hingga 1945. (Solo :Era Intermedia, 2000),hal 72.
Wikipedia 2015
“Hasan al-Banna”
http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna Web. Acessed April 25, 2015.
Wikipedia 2015 “Ikhwanul Mulim” Web. Acessed April 25, 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin.
Yusuf Al-Qaradhawi. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin (at-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Madrasah Hasan al-Banna—terj. Ghazali Mukri). Solo: CV. Pustaka
Mantiq, 1992
Zahirzainudin “Hasan Al Banna tokoh pembeharu
islam” Web. Acessed April 25, 2015. http://zahirzainudin.blogspot.com/2009/09/hasan-al-banna-tokoh-pembaharu-islam.html.
[1] Wikipedia 2015 “Hasan al-Banna” http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna
Web. Acessed April 25, 2015
[2] Wikipedia 2015 “Hasan al-Banna” http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna
Web. Acessed April 25, 2015.
[3]Ramayulis
dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia Islam dan Indonesia), ( Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 86
[4] Miftahul
Khairani “Hassan al Bana” Academia.edu Web. Acessed April 25, 2015 http://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Wikipedia 2015 “Ikhwanul Mulim” Web.
Acessed April 25, 2015 http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin.
[8] Miftahul
Khairani “Hassan al Bana” Academia.edu Web. Acessed April 25, 2015 http://www.academia.edu/3340414/Hassan_al_Bana.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Zahirzainudin “Hasan Al
Banna tokoh pembeharu islam” Web. Acessed April 25, 2015. http://zahirzainudin.blogspot.com/2009/09/hasan-al-banna-tokoh-pembaharu-islam.html.
[12] Kompas 2013. “Mursi, Ikhwanul Muslimin dan
Harapan Rakyat Mesir” Kompas.com Web. Acessed April 26, 2015 http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ikhwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir.
[13]Wikipedia 2015 “Ikhwanul Mulim”
Wikipedia.org Web. Acessed April 26, 2015 http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin.
[14]Ibid.
[15] Yusuf
Al-Qaradhawi. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin (at-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Madrasah Hasan al-Banna—terj. Ghazali Mukri). Solo: CV. Pustaka
Mantiq, 1992
[16] Utsman
Abdul Mu’iz Ruslan,DR, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin: Studi Analisis
Evaluatif terhadap Proses Pendidikan Politik Ikhwan untuk para Anggota
khususnya dan seluruh Masyarakat Mesir Umumnya, dari tahun 1928 hingga 1945.
(Solo :Era Intermedia, 2000),hal 72
[17] Ibid.
[18] Pamela Maher Wijaya “Pemikiran Politik Hasan AL-Banna” Wordpress.com
Web. Acessed April 25, 2015 https://jurnalpamel.wordpress.com/politik-islam/pemikiran-politik-hasan-al-banna.
[19]Abdul Hamid al-Ghazali, . Meretas Jalan Kebangkitan Islam: Peta
Pemikiran Hasan al-Banna (Haula Asasiyat al-Masyru’ al-Islami Linahdhah
al-Ummah—terj. Wahid Ahmadi & Jasiman). Solo: Era Intermedia
[20] Wikipedia 2015 “Hasan al-Banna” http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna
Web. Acessed April 25, 2015
[21]
Program The Holy Qur’an
[22]
Program Holy Qur’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar