Selasa, 14 Juli 2015

Perbandingan Sturktur dan Fungsi Legislasi parlemen di Indonesia dan Berbagai Negara



Perbandingan Sturktur dan Fungsi Legislasi parlemen di Indonesia dan Berbagai Negara


Tulisan ini adalah kesimpulan dari Kesimpulan Buku Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem Multi Kameral – Perbandingan antara Indonesia dengan berbagai Negara karya Fatmawati.





Dari penelitian komparatif yang dilakukan penulis dalam hal struktur parlemen dianalisi berdasarkan kewenangan formal, metode seleksi, dan kategori warga negara yang diwakili menunjukan adanya keanekaragaman struktur parlemen, Struktur parlemen tidak hanya terdiri dari sistem bikameral, tetapi juga sistem trikameral dan sistem pentakameral.  Sehingga dapat dibedakan dalam 192 negara anggota PBB yang UUD-nya masih berlaku saat ini, 42 negara menggunakan sistem unikameral. 1 Negara menggunakan  sistem satu-setengah kamar, 74 negara menggunakan sistem bikameral, dan 2 negara menggunakan sistem trikameral, seadangkan negara-negara yang UUD-nya sekarang sudah tidak berlaku lagi, terdapat 2 negara meggunakan sistem trikameral dan 1 negara menggunakan sistem pentakameral.




Hal tersebut menunjukan bahwa struktu parlemen berkemar 3 atau lebih adalah hal lazim karena digunakan pula oleh bberapa negara.  Pada negara yang memiliki sistem multikameral, dibentuknya kamar selain kamar yang berwenang membentuk UU disebabkan adanya kebutuhan-kebuthnan tertentu, yaitu sebagai lembaga neara tertinggi (Constitution of Republic China 1994 dan Constitution of Islamic Republic of Afghanistan 2004), untuk melaksanakan fungsi khusus yang dilakukan secara terus menerus oleh control yuan yang memiliki kewenangan antara lain sebagai lembaga pengawas tertinggi sebelum amandeman tahun 1994 ataupun untuk mewakili kategori negara yang berbeda dari kamar pertama dan kedua (Constitution of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia 1964 dan Constitutions of the Republic of South Africa Act 110 of 1983).


Dalam hal struktur parlemen dianalisis berdasarkan fungsi legislasi dalam arti sempit maka secara umum struktur parlemen hanya mengenal unikameral dan bikameral pada parlemen berbagai negara di dunia. Kewenangan membentuk UU yang hanya dimiliki oleh satu (1) kamar dalam parlemen yang terdiri dari lebih dari satu kamar terdapat pada negara-negara yang menggunakan sistem bikameral (negara Federal Democtratic Republic of Ethiopia dan Arab Republic of Egypt), selain itu juga dietmukan dalam Constitution of Republic China 1946 sebelum amandemen 1994 dimana secara struktur terdiri dari 3 kamar namun kewenangan membentuk UU hanya dimiliki oleh legislative Yuan. Sedangakan pada Constitution of Islamic Republic of Afghanistan 2004 dan Constitution of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia 1963, walaupun masing-masing terdiri dari 3 dan 5 kamar, mekanisme hubungan dalam pembentukan UU hanya terhadi antara dua kamar. Hanya Afrika selatan yang dalam Konstitusi 1983 nya mengatur mekanisme hubungan ketiga kamar dalam parlemennya pada pembentukan UU dalam hal terjadi perbedaan pendapat terhadap RUU yang berlaku bagi ketiga golongan warga negara yaitu golongan kulit putih, kulit berwarna dan India.


Dari hasil penelitiannya ditemukan kamar-kamar yang termasuk dalam kategory very weak bicameralism berada di wilayah Arab dan Afrika yaitu Ethipia dan Mesir. Selain kedua negara tersebut ditemukan dua negara lainnya yaitu Boswana dan Burkina Faso.  Dalam perkembangannya kamar kedua pada negara boswana diberikan kewenangan sebgai lembaga konsulatif dalam perubahan UUD dan hal-hal lain tentang hukum adat, hukum keluarga, dan hukum perdata, sedangakan kamar kedua pada negara Burkina Faso yang semula hanya sebagai lembaga konsulatif diperkuat kewenagnnya untuk memberikan persetujuan pada beberapa kategori RUU.


Salah satu temuan menrakik yang ditemukan penulis terkati dengan struktur parlemen dihubungkan dengan bentuk negara, bahwa dari 22 negara yang menggunakan sistem bikameral yang dibahas, 10 negara merupakan negara kesatuan. Hal ini menunjukan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa penggunakan sistem bikameral akan menyebabkan megarah pada terbentuknya negara federal merupakan pendapat yang tidak tepat. Temuan lainnya adalah tidak ada satu pun dari negara-negara yang dibahas yang menggunakan sistem pemerintahan presidensi yang megatur dalam UUDnya bahwa RUU dibahas oleh parlemen dan presden untuk mendapat persetujuan bersama spserti diatur dalam UUD 1945.


Disebutjkan juga pengaturan struktur dan funsi legislasi dalam UUD 1945 membatasi kewenangan DPD. DPD hanya berwenagn mengusulkan dan membahas RUU tanpa memiliki Voting Right (hak menolak). DOD juga hanya daoat menyampaikan hasil pengwasan yang dilakukannya ke DPR sebagai bahan pertimbangan tanpa memunta penjelasan langsung terkait hasil pengawasan yang dilakukannya kepada pemerintah.


Impliklasi Pengaturan tersebut menyulitkan perwujudana latar belakang tujuan pembentukan DPD yaitu memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI dan memperteguh persatuan kebangsan seluruh daerah; meningkatkan agregasi dan akomondasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah; derta ntuk mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan berimbang.


Hal menarik yang ditemukan penulis adlah berdasarkan perbandingan dengan berbagai negara diketahui bahwa hanya kamar ke dua di parlemen Ri (DPD) yang metode seleksinya dipilih secara langsung dengan legitimasi demokratis yang lebih kuat dari pada kamar pertama (DPR) tetpai memiliki kewenangan sangat terbatas dengan jumlah anggota kamar kedua dibatasi, tidak lebih dari 1/3 anggota kamar pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar