Perbandingan Sturktur dan Fungsi Legislasi parlemen di Indonesia dan Berbagai Negara
Tulisan ini adalah kesimpulan dari Kesimpulan
Buku Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen dengan Sistem Multi Kameral –
Perbandingan antara Indonesia dengan berbagai Negara karya Fatmawati.
|
Dari penelitian komparatif yang dilakukan
penulis dalam hal struktur parlemen dianalisi berdasarkan kewenangan formal,
metode seleksi, dan kategori warga negara yang diwakili menunjukan adanya
keanekaragaman struktur parlemen, Struktur parlemen tidak hanya terdiri dari
sistem bikameral, tetapi juga sistem trikameral dan sistem pentakameral. Sehingga dapat dibedakan dalam 192 negara
anggota PBB yang UUD-nya masih berlaku saat ini, 42 negara menggunakan sistem
unikameral. 1 Negara menggunakan sistem
satu-setengah kamar, 74 negara menggunakan sistem bikameral, dan 2 negara
menggunakan sistem trikameral, seadangkan negara-negara yang UUD-nya sekarang
sudah tidak berlaku lagi, terdapat 2 negara meggunakan sistem trikameral dan 1
negara menggunakan sistem pentakameral.
Hal tersebut menunjukan bahwa struktu parlemen
berkemar 3 atau lebih adalah hal lazim karena digunakan pula oleh bberapa
negara. Pada negara yang memiliki sistem
multikameral, dibentuknya kamar selain kamar yang berwenang membentuk UU
disebabkan adanya kebutuhan-kebuthnan tertentu, yaitu sebagai lembaga neara tertinggi
(Constitution of Republic China 1994 dan Constitution of Islamic Republic of
Afghanistan 2004), untuk melaksanakan fungsi khusus yang dilakukan secara terus
menerus oleh control yuan yang memiliki kewenangan antara lain sebagai lembaga
pengawas tertinggi sebelum amandeman tahun 1994 ataupun untuk mewakili kategori
negara yang berbeda dari kamar pertama dan kedua (Constitution of the Socialist
Federal Republic of Yugoslavia 1964 dan Constitutions of the Republic of South
Africa Act 110 of 1983).
Dalam hal struktur parlemen dianalisis
berdasarkan fungsi legislasi dalam arti sempit maka secara umum struktur
parlemen hanya mengenal unikameral dan bikameral pada parlemen berbagai negara
di dunia. Kewenangan membentuk UU yang hanya dimiliki oleh satu (1) kamar dalam
parlemen yang terdiri dari lebih dari satu kamar terdapat pada negara-negara
yang menggunakan sistem bikameral (negara Federal Democtratic Republic of
Ethiopia dan Arab Republic of Egypt), selain itu juga dietmukan dalam
Constitution of Republic China 1946 sebelum amandemen 1994 dimana secara
struktur terdiri dari 3 kamar namun kewenangan membentuk UU hanya dimiliki oleh
legislative Yuan. Sedangakan pada Constitution of Islamic Republic of
Afghanistan 2004 dan Constitution of the Socialist Federal Republic of
Yugoslavia 1963, walaupun masing-masing terdiri dari 3 dan 5 kamar, mekanisme
hubungan dalam pembentukan UU hanya terhadi antara dua kamar. Hanya Afrika
selatan yang dalam Konstitusi 1983 nya mengatur mekanisme hubungan ketiga kamar
dalam parlemennya pada pembentukan UU dalam hal terjadi perbedaan pendapat
terhadap RUU yang berlaku bagi ketiga golongan warga negara yaitu golongan
kulit putih, kulit berwarna dan India.
Dari hasil penelitiannya ditemukan kamar-kamar
yang termasuk dalam kategory very weak bicameralism berada di wilayah Arab dan
Afrika yaitu Ethipia dan Mesir. Selain kedua negara tersebut ditemukan dua
negara lainnya yaitu Boswana dan Burkina Faso.
Dalam perkembangannya kamar kedua pada negara boswana diberikan
kewenangan sebgai lembaga konsulatif dalam perubahan UUD dan hal-hal lain
tentang hukum adat, hukum keluarga, dan hukum perdata, sedangakan kamar kedua
pada negara Burkina Faso yang semula hanya sebagai lembaga konsulatif diperkuat
kewenagnnya untuk memberikan persetujuan pada beberapa kategori RUU.
Salah satu temuan menrakik yang ditemukan
penulis terkati dengan struktur parlemen dihubungkan dengan bentuk negara, bahwa
dari 22 negara yang menggunakan sistem bikameral yang dibahas, 10 negara
merupakan negara kesatuan. Hal ini menunjukan bahwa pendapat yang menyatakan
bahwa penggunakan sistem bikameral akan menyebabkan megarah pada terbentuknya
negara federal merupakan pendapat yang tidak tepat. Temuan lainnya adalah tidak
ada satu pun dari negara-negara yang dibahas yang menggunakan sistem
pemerintahan presidensi yang megatur dalam UUDnya bahwa RUU dibahas oleh
parlemen dan presden untuk mendapat persetujuan bersama spserti diatur dalam
UUD 1945.
Disebutjkan juga pengaturan struktur dan funsi
legislasi dalam UUD 1945 membatasi kewenangan DPD. DPD hanya berwenagn
mengusulkan dan membahas RUU tanpa memiliki Voting Right (hak menolak). DOD
juga hanya daoat menyampaikan hasil pengwasan yang dilakukannya ke DPR sebagai
bahan pertimbangan tanpa memunta penjelasan langsung terkait hasil pengawasan
yang dilakukannya kepada pemerintah.
Impliklasi Pengaturan tersebut menyulitkan
perwujudana latar belakang tujuan pembentukan DPD yaitu memperkuat ikatan
daerah-daerah dalam wadah NKRI dan memperteguh persatuan kebangsan seluruh
daerah; meningkatkan agregasi dan akomondasi aspirasi dan kepentingan
daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan
daerah; derta ntuk mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan
daerah secara serasi dan berimbang.
Hal menarik yang ditemukan penulis adlah
berdasarkan perbandingan dengan berbagai negara diketahui bahwa hanya kamar ke
dua di parlemen Ri (DPD) yang metode seleksinya dipilih secara langsung dengan
legitimasi demokratis yang lebih kuat dari pada kamar pertama (DPR) tetpai
memiliki kewenangan sangat terbatas dengan jumlah anggota kamar kedua dibatasi,
tidak lebih dari 1/3 anggota kamar pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar