Rekonstruksi Ilmu
Rekontruksi Ilmu adalah Buku dari
Cecep Sumarna yang sangat menarik untuk dibaca dan dibahas, meskipun kajiannya
mirip seperti buku filsafat dari Indonesia yang banyak menekankan
pentingnya nilai transendental (wahyu) dalam landasan Ilmu Pengetahuan Manusia
seperti buku sekularisasi dalam polemik,
Sejarah Peradaban Islam, Alam Fikiran Islam dan Panorama Filsafat Moderen yang baru baru ini saya baca jadi
tulisan ini sebagai refleksi saja apa yang sempat saya ingat dan sedikit
mengerti.
Kita seharusnya memang bangga dengan
Islam karena tanpa jasa nya mungkin dunia barat masih dihinggapi dark age,
kiejayaan dimasa kemeasaan islam dari lahirnya Rasullulah hingga Invasi Mongol
tahun 1200-an M berbagai kota besar
yang menjadi pusat peradaban seperti Bagdad bahkan hingga Cordoba menjadi pusat
kajian ilmu dan pereadaban manusia. Orang-orang barat pun berbondong-bondong
untuk belajar kesana. Meskipun kemudian menyurut setidaknya
hal ini masih bertahan hingga 300 tahun yang lalu dengan kekuatan besar dunia
muslim menahan serangan barat
Eropa kala itu. benar benar prestasti yang luar biasa dimana sebuah masyarakat
yang awalnya bermusuhan satu sama lain dalam suatu kelompok-kelompok tertentu
bisa bersatu dan menggapai kgemilangan ilmu pengetahuan
Tidak hanya ilmu alam yang besar
dengan nama-nama seperti Ibnu Al-Haytam, Al-Jazari, Zakaria Yahya, AL Razi dan
lain-lain namun juga pada Ilmu Filsafat seperti Al Kindi yang ternyata
metodenya mirip oleh Imannuel Khant
dan Al Ghazali dengan metode syak nya yang serupa dengan skeptisme keraguan Descrates
sebuah kebetulan yang tidak mungkin.
Pentingnya ilmu pengetahuan tidak
lepas dari peran filsafat sebagai dasar filosofis dan standar kebenarannya
sebuah ilmu yang sangat bermanfaat bisa jadi tidak kita temukan ataupun
digunakan dengan benar tanpa filsafat yang benar. Inilah yang kita rasakan saat
ini ilmu pengetahuan telah lehilangan arah utamanya yaitu wahyu sebagai penentu
tujuan dan dasar semata-mata terpaku hanya dengan hal-hal yang rasional dan
empiris saja.
Hal ini tidak lepas dari sejarah
kelam bangsa eropa dimana keadaanya sangat terpuruk pada abad pertengahan oleh
dogma gereja yang mengontrol segala aspek kehidupan termasuk ilmu pengetahuan. Sebut
saja Copernicus yang harus mengalami hukuman karena teori helio sentrisnya,
hingga orang-orang barat kala itu mulai muak dan ingin terlepas dari
doktrin-doktrin yang menghalangi mereka hingga timbulah semangat renaisence yang berimplikasi pada sekularisasi
sebut saja beberapa tokoh seperti Nicolo Machiavelli, Renee Descrates dan David
Hume.
Keinginan lepasnya mereka dari
kekangan dogma ini membuat mereka seperti phobia dengan ajaran agama ambilah
contoh Neitze yang mengatakan Tuhan Sudah Mati, agak berbeda memang pada era
Reinasence mereka menggalakan pemisahan damun di Era Pencerahan /Auckflarung
mereka malah melawan gereja bahkan muncul Agama Baru yang diesbut deisme, sebut
saja Karl Max yang mengatakan agama adalah cantu atau Sigmund Freud yang
mengatakan tuhan itu adalah simbol ketakutan manusia dan praktek agama adalah
sama dengan penyakit jiwa.
Kemajuan benar tercapai Revolusi
Industri dilakukan berbagai penemuan dipatenkan tampaknya kegemilangan memang
tengah berpindah dari timur ke barat. Namun lihat apa yang terjadi kemudian
Perang dunia terjadi bahkan dua kali disamping perang-perang internal eropa
yang sempat aman dengan adannya perjanjian Westphalia, bagaimana akhir perang
dunia ke dua ? Ilmu pengetahuan lah yang menang Amerika Serikat dengan Pesawat
dan Bomnya yang jauh lebih cangih dari pada Jepang berhasil meluluh lantah kan
jepang beserta nyawa-nyawa manusia yang belum tentu mengerti kondisi yang
mereka alami.
Albert Einstein sendiri menyesal
telah menemukan bom tesebut dan selalu dihantui rasa bersalah karananya,
Lagaknya Manusia telah kalah dengan Ilmu Pengetahuan yang mereka ciptakan
sendiri.
Hal inilah sayng ditekankan dalam
buku Rekonstruksi Ilmu bahwa epistimologi sains barat moderen yang terpaku pada
empirisme dan rasionalisme telah membawa kerusakan baik hubungan manusia dengan
alam, manusia lain dan tuhannya. Dan Kita sebagai umat beragama tentu tidak
boleh terpaku pada paradigma sempit tesebug meskipun dalam Buku Polemik
Sekularisasi disebutkan perlunya desakralisasi yang mengutip dari Nurcholis
Majid agar kita bisa menghilangkan pengaruh kepercayaan mistis negatif yang
menghalangi kemajuan.
Berfikir rasional memang perlu namun menutup diri dengan hanya membenarkan akal sudah terbukti merugikan manusia itu sendiri dan dari empirisme sendiri indera manusia sangat penuh dengan kekurangan seperti dicontohkan oleh Al Ghazali bagaimana bintang-bintang yang sebenarnya besar namun terlihat kecil oleh manusia atau contoh dari lain dari Descrates bagaimana sebuah kayu yang sebenarnya lurus namun terlihat bengkok didalam air. Tentu sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan sudah sepantasnya bagi kita mencari nilai universal akan kebenaran sehingga ilmu pengetahuan bisa benar-benar mensejahterakan bukan sebaliknya
Stagnasi pada umat islam tidak
boleh terus bertahan kita harus berpacu mengejar ketertinggalan, bagaimanapun
media mempropoganda budaya sekularisme kita harus tetap teguh karena dengan
begitu kita bisa mengontrol ilmu pengetahuan agar tidak menyeret kita dan umat
manuisa kepada bencana besar yang mungkin tidak kita duga.
Mohon dibenarkan jika menemukan
kesalahan ataupun kerancuan :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar