Rabu, 08 Juli 2015

Rekonstruksi Ilmu


Rekonstruksi Ilmu





Rekontruksi Ilmu adalah Buku dari Cecep Sumarna yang sangat menarik untuk dibaca dan dibahas, meskipun kajiannya mirip seperti buku filsafat  dari Indonesia yang banyak menekankan pentingnya nilai transendental (wahyu) dalam landasan Ilmu Pengetahuan Manusia seperti buku sekularisasi dalam polemik, Sejarah Peradaban Islam, Alam Fikiran Islam dan Panorama Filsafat Moderen yang baru baru ini saya baca jadi tulisan ini sebagai refleksi saja apa yang sempat saya ingat dan sedikit mengerti.




Kita seharusnya memang bangga dengan Islam karena tanpa jasa nya mungkin dunia barat masih dihinggapi dark age, kiejayaan dimasa kemeasaan islam dari lahirnya Rasullulah hingga Invasi Mongol tahun 1200-an M berbagai kota besar yang menjadi pusat peradaban seperti Bagdad bahkan hingga Cordoba menjadi pusat kajian ilmu dan pereadaban manusia. Orang-orang barat pun berbondong-bondong untuk belajar kesana. Meskipun  kemudian menyurut setidaknya hal ini masih bertahan hingga 300 tahun yang lalu dengan kekuatan besar dunia muslim menahan serangan barat Eropa kala itu. benar benar prestasti yang luar biasa dimana sebuah masyarakat yang awalnya bermusuhan satu sama lain dalam suatu kelompok-kelompok tertentu bisa bersatu dan menggapai kgemilangan ilmu pengetahuan
Tidak hanya ilmu alam  yang besar dengan nama-nama seperti Ibnu Al-Haytam, Al-Jazari, Zakaria Yahya, AL Razi dan lain-lain namun juga pada Ilmu Filsafat seperti Al Kindi yang ternyata metodenya mirip oleh Imannuel Khant dan Al Ghazali dengan metode syak nya yang serupa dengan skeptisme keraguan Descrates sebuah kebetulan yang tidak mungkin.



Pentingnya ilmu pengetahuan tidak lepas dari peran filsafat sebagai dasar filosofis dan standar kebenarannya sebuah ilmu yang sangat bermanfaat bisa jadi tidak kita temukan ataupun digunakan dengan benar tanpa filsafat yang benar. Inilah yang kita rasakan saat ini ilmu pengetahuan telah lehilangan arah utamanya yaitu wahyu sebagai penentu tujuan dan dasar semata-mata terpaku hanya dengan hal-hal yang rasional dan empiris saja.



Hal ini tidak lepas dari sejarah kelam bangsa eropa dimana keadaanya sangat terpuruk pada abad pertengahan oleh dogma gereja yang mengontrol segala aspek kehidupan termasuk ilmu pengetahuan. Sebut saja Copernicus yang harus mengalami hukuman karena teori helio sentrisnya, hingga orang-orang barat kala itu mulai muak dan ingin terlepas dari doktrin-doktrin yang menghalangi mereka hingga timbulah semangat renaisence yang berimplikasi pada sekularisasi sebut saja beberapa tokoh seperti Nicolo Machiavelli, Renee Descrates dan David Hume.



Keinginan lepasnya mereka dari kekangan dogma ini membuat mereka seperti phobia dengan ajaran agama ambilah contoh Neitze yang mengatakan Tuhan Sudah Mati, agak berbeda memang pada era Reinasence mereka menggalakan pemisahan damun di Era Pencerahan /Auckflarung mereka malah melawan gereja bahkan muncul Agama Baru yang diesbut deisme, sebut saja Karl Max yang mengatakan agama adalah cantu atau Sigmund Freud yang mengatakan tuhan itu adalah simbol ketakutan manusia dan praktek agama adalah sama dengan penyakit jiwa.


Kemajuan benar tercapai Revolusi Industri dilakukan berbagai penemuan dipatenkan tampaknya kegemilangan memang tengah berpindah dari timur ke barat. Namun lihat apa yang terjadi kemudian Perang dunia terjadi bahkan dua kali disamping perang-perang internal eropa yang sempat aman dengan adannya perjanjian Westphalia, bagaimana akhir perang dunia ke dua ? Ilmu pengetahuan lah yang menang Amerika Serikat dengan Pesawat dan Bomnya yang jauh lebih cangih dari pada Jepang berhasil meluluh lantah kan jepang beserta nyawa-nyawa manusia yang belum tentu mengerti kondisi yang mereka alami.


Albert Einstein sendiri menyesal telah menemukan bom tesebut dan selalu dihantui rasa bersalah karananya, Lagaknya Manusia telah kalah dengan Ilmu Pengetahuan yang mereka ciptakan sendiri.
Hal inilah sayng ditekankan dalam buku Rekonstruksi Ilmu bahwa epistimologi sains barat moderen yang terpaku pada empirisme dan rasionalisme telah membawa kerusakan baik hubungan manusia dengan alam, manusia lain dan tuhannya. Dan Kita sebagai umat beragama tentu tidak boleh terpaku pada paradigma sempit tesebug meskipun dalam Buku Polemik Sekularisasi disebutkan perlunya desakralisasi yang mengutip dari Nurcholis Majid agar kita bisa menghilangkan pengaruh kepercayaan mistis negatif yang menghalangi kemajuan.


Berfikir rasional memang perlu namun menutup diri dengan hanya membenarkan akal sudah terbukti merugikan manusia itu sendiri dan dari empirisme sendiri indera manusia sangat penuh dengan kekurangan seperti dicontohkan oleh Al Ghazali bagaimana bintang-bintang yang sebenarnya besar namun terlihat kecil oleh manusia atau contoh dari lain dari Descrates bagaimana sebuah kayu yang sebenarnya lurus namun terlihat bengkok didalam air. Tentu sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan sudah sepantasnya bagi kita mencari nilai universal akan kebenaran sehingga ilmu pengetahuan bisa benar-benar mensejahterakan bukan sebaliknya

Stagnasi pada umat islam tidak boleh terus bertahan kita harus berpacu mengejar ketertinggalan, bagaimanapun media mempropoganda budaya sekularisme kita harus tetap teguh karena dengan begitu kita bisa mengontrol ilmu pengetahuan agar tidak menyeret kita dan umat manuisa kepada bencana besar yang mungkin tidak kita duga.





Mohon dibenarkan jika menemukan kesalahan ataupun kerancuan :D




Tidak ada komentar:

Posting Komentar